Laporan Praktikum Ilmu Reproduksi Ternak Acara Histologi Jantan

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU REPRODUKSI TERNAK

ACARA II

HISTOLOGI JANTAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun oleh :

Nurus Sobah

PT/06587

XVI

Asisten : Awin Pinasthika

 

 

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK

BAGIAN PRODUKSI TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014


ACARA II

HISTOLOGI ORGAN REPRODUKSI JANTAN

TINJAUAN PUSTAKA

            Reproduksi merupakan salah satu kemampuan hewan yang sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut, suatu jenis hewan akan segera punah. Oleh karena itu, perlu dihasilkan sejumlah besar individu baru yang akan mempertahankan jenis suatu hewan. Proses pembentukan individu baru inilah yang disebut reproduksi (Isnaeni, 2006). Organ kelamin jantan umumnya mempunyai bentuk yang hampir bersamaan, terdiri dari testis yang terletak di dalam skrotum, saluran-saluran organ kelamin, penis, dan kelenjar asesoris. Organ kelamin jantan dibagi menjadi organ kelamin primer berupa testis, dan organ kelamin sekunder berbentuk saluran-saluran yang menghubungkan testis dengan dunia luar yaitu ductus eferens, epididimis, ductus deferens, dan penis yang di dalamnya terdapat uretra, dipakai untuk menyalurkan air mani dan cairan asesoris keluar pada waktu ejakulasi (Hardjopranjoto, 1995).

Testis

            Organ primer jantan disebut testis. Struktur kecil yang berbentuk oval ini tersokong dalam suatu pounch yang menyerupai kantong yang disebut skrotum. Testis terdapat sejumlah lobus-lobus yang berdesakan, masing-masing mengandung tubulus seminiferus yang berbelit-belit. Sel-sel sertoli ditemukan sepanjang tubulus, tempat di mana sperma tumbuh. Tubulus ini juga menyekresikan sebagian besar cairan seminalis, atau semen, yang merupakan organ transportasi sperma. Sel-sel interstisial testis merupakan sumber dari hormon testosteron (Hamilton, 1995). Testes (testikel) agak bervariasi dari spesies ke spesies dalam hal bentuk, ukuran dan lokasi, tetapi struktur dasarnya adalam sama. Masing-masing testis terdiri dari banyak sekali tubulus seminiferus yang dikelilingi oleh kapsul berserabut atau trabekula melintas masuk dari tunika albuginea untuk membentuk kerangka atau stroma, untuk mendukung tubulus seminiferus. Trabekula bergabung membentuk korda fibrosa, yaitu mediastinum testis (Frandson, 1992).

Epididimis

Epididimis ialah suatu struktur seperti selang yang berbelit-belit dan membentuk tanda koma serta memiliki panjang  sekitar 6 meter. Kepala epididimis menutupi aspek superior testis sementara bagian badan dan ekor epididimis terletak di aspek posterolateralis testis. Fungsi epididimis ialah untuk menyimpan dan mentranspor sperma. Sperma yang belum matang dari testis memasuki epididimis, menjadi motil dan fertil selama perjalanan 20 hari. Selama ejakulasi, otot polos di dinding epididimis berkontraksi dan sperma akan dikeluarkan ke dalam ductus deferens (Henderson and Kathleen, 1997).

Ductus deferens

Setiap gerakan epididimis mengalir ke atas melalui duktus seminalis. Ductus ini disebut ductus deferens, yang mempunyai panjang sekitar 18 inci dan membawa semen ke uretra. Pembuluh dan duktus testikuler, saraf, dan limfatik terbungkus di dalam selaput fibrosa, medula spermatik (Hamilton, 1995). Ductus deferens meninggalkan ekor epididimis bergerak melalui kanal inguinal yang merupakan bagian dari korda spermatik dan pada cincin inguinal internal memutar ke belakang, memisah dari pembuluh darah dan saraf dari kordda. Dua ductus deferens mendekati uretra, bersatu dan kemudian ke dorso kaudal kandung kencing, serta dalam lipatan peritonium yang disebut lipatan urogenital (genital fold) yang dapat disamakan dengan ligamentum lebar pada betina. Ada yang homolog dengan uterus pada beberapa hewan, yaitu uterus maskulinus yang merupakan lipatan genital di antara dua ductus deferens. Struktur homolog tersebut mempunyai asal usul embriologi yang sama (Frandson, 1992).

Penis

Penis adalah organ yang berbentuk silindris tempat lewatnya uretra. Penis terdiri dari jaringan erektil spongiosa yang kaya akan pembuluh darah. Penis tergantung dan lemas ketika dalam keadaan relaksasi. Sistem saraf otonom, ruangan darah menjadi membengkak, menyebabkan kekakuan, perbesaran, dan ereksi ketika terdapat rangsangan mental dan fisik. Glans penis merupakan struktur pada bagian ujung distal ditutupi dengan kulit yang melipat dua kali untuk membentuk selubung yang disebut foreksin atau prefisium (Hamilton, 1995)

 

MATERI DAN METODE

 

Materi

            Alat. Alat yang digunakan pada praktikum histologi organ reproduksi jantan adalah mikroskop, poster, papan tulis, dan kertas kerja.

Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum histologi organ reproduksi jantan adalah preparat histologi (testis, epididimis, ductus deferens, dan penis).

 

Metode

            Metode yang digunakan pada praktikum histologi organ reproduksi jantan adalah mengamati, membedakan, mengetahui fungsi, dan menggambar bagian-bagian dari organ reproduksi yang diberikan. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan poster. Semua hasil pengamatan digambar menggunakan pensil warna pada kertas kerja.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

            Sistem reproduksi jantan pada mamalia terdiri dari dua testes (testikel) yang terbungkus di dalam skrotum, organ-organ tambahan meliputi duktus-duktus, kelenjar-kelenjar dan penis. Testis menghasilkan spermatozoa (sel-sel kelamin jantan, juga disebut sperma) dan testosteron atau hormon kelamin jantan. Skrotum memberikan lingkungan yang lebih cocok, berupa temperatur yang lebih rendah untuk menghasilkan spermatozoa untuk mencapai ovum pada hewan betina sebagai tujuan akhir, dalam kondisi yang menguntungkan untuk pembuahan ovum. Struktur-struktur ini meliputi epididimis dan duktus deferens pada masing-masing testis, kelenjar-kelenjar kelamin aksesoris (ampula, kelenjar-kelenjar vesikular atau vesikula seminalis, prostat dan kelenjar-kelenjar bulbouretral), dan uretra dan penis (Frandson, 1992).

Testis

Sebagian besar hewan mamalia, testis ada sepasang, bentuknya bulat telur atau lonjong, dan berada di dalam rongga skrotum. Golongan rodensia, testis dapat dengan mudah berpindah-pindah dari dalam rongga skrotum ke dalam rongga perut. Keadaan ini terjadi pada musim kawin yang testisnya berada di dalam skrotum sedang di luar musim kawin testis berada di dalam rongga perut. Fungsi skrotum adalah membantu memelihara suhu yang rendah dari testis yaitu 70F di bawah suhu tubuh, dengan jalan mengadakan pengkerutan dan pengendoran dari dinding skrotum tersebut. Proses spermatogenesis dapat berjalan secara sempurna (Hardjopranjoto, 1995). Testis terdiri dari 3 jaringan, yaitu tubulus seminiferus, epitel tubulus seminiferus terdiri dari dua macam sel yang berbeda, yang pertama sel sertoli adalah yang mempunyai bentuk panjang dan kadang-kadang seperti piramid. Sel ini terletak dekat atau di antara sel-sel germinatif. Sel ini bersifat fagosit karena mereka memakan sel-sel mani yang telah mati atau yang telah mengalami degenerasi, selain ia sendiri memberi makan kepada sel-sel mani yang masih muda, dan sel germinatif adalah yang akan mengalami perubahan-perubahan selama proses spermatogenesis, sebelum mereka siap untuk mengadakan fertilisasi. Tingkat perkembangan adalah sebagai berikut, spermatogonia (sel paling muda) akan mengalami pembagian mitosis beberapa kali menjadi spermatosit primer. Spermatosit primer membagi diri menjadi spermatosit sekunder. Tiap sel spermatosit sekunder akan membagi lagi dirinya menjadi spermatid, pada saat ini jumlah kromosom akan menjadi setengahnya (haploid). Tiap-tiap sel spermatid akan mendewasakan diri menjadi sel-sel spermatozoa atau sel mani. Sel stroma atau tenunan pengikat di luar tubulus seminiferus. Pada jaringan ini terapat pembuluh darah, limfe, sel saraf, dan sel makrofag. Sel interstisial dan sel-sel leydig. Sel leydig dapat menghasilkan hormon testosteron. Namun hormon testosteron juga dapat dihasilkan oleh ovarium dan kelenjar adrenal (Hardjopranjoto, 1995).

Inhibin dihasilkan oleh sel sertoli pada testes. Inhibin melalui umpan balik negatif akan menghambat sekresi FSH dari hipofisa anterior. Sedangkan testosteron yang dihasilkan oleh sel leydig dibawah pengaruh hormon LH mempunyai 8 mekanisme umpan balik negatif terhadap hypothalamus dan hipofisa sehingga menghambat sekresi gonadotrophin oleh hipofisa anterior. Sel sertoli bentuknya cukup besar, demikian pula bentuk tight junctionnya, maka secara fungsional sel sertoli membagi tubulus seminiferus kedalam dua bagian sebagai tempat perkembangan spermatozoa. Bagian dasar di bawah tight junction berhubungan dengan sistem sirkulasi dan berupa ruang sebagai tempat spermatogonia berkembang menjadi spermatosit primer. Tight junction akan terbuka pada waktu-waktu tertentu dan diikuti dengan pergerakan spermatosit menuju ke bagian adluminal. Meiosis terjadi di dalam adluminal secara lengkap serta perkembangan sel spermatid didukung oleh sel sertoli. Pada waktu yang sama, sitoplasma dari spermatid diaktifkan oleh gertakan sel sertoli dan spermatozoa dikeluarkan menuju lumen tubulus. Pada waktu yang sama, tiga hormon yang diproduksi oleh testis yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi spermatogenesis. Ketiga hormon ini adalah testosteron, estradiol dan inhibin. Sel leydig memproduksi testosteron dan ditempatkan di dekat tubulus seminiferus. Sel sertoli terletak di dekat tubulus seminiferus dan memproduksi estradiol serta inhibin (Lestari, 2007).

Menurut Isnaeni (2006), spermatogenesis adalah proses pembentukan sperma (gamet jantan) yang terjadi dalam testis, tepatnya pada tubulus seminiferus. Testis mamalia tersusun atas ratusan tubulus seminiferus, yang merupakan bagian terpenting dalam proses pembentukan sperma. Bagian yang terdekat dengan dinding tubulus seminiferus, terdapat spermatogonia, yang merupaka sel diploid pembentuk sperma, yang belum terdiferensiasi. Tahapan pembentukan sperma (spermatogenesis) diawali dari pembentukan spermatogonium tipe A, spermatogonium 1n, spermatogonium tipe B, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid, dan yang terakhir adalah spermatozoa. Menurut Hardjopranjoto (1995), sel mani diproduksi oleh tubulus seminiferus dari testis. Sel mani berkembang dari sel spermatogonia pada epitel germinatif dari tubulus seminiferus dengan jalan pembelahan. Proses spermatogenesis pada hewan mamalia dibagi menjadi empat tahap yaitu tahap proliferasi, tahap ini dimulai pada testis hewan sejak belum lahir sampai beberapa waktu setelah lahir. Bakat sel kelamin yang ada pada lapisan basal dari tubulus seminiferus melepaskan diri dan membelah secara mitosis sampai dihasilkan banyak sel spermatogonia. Tahap tumbuh, pada tahap ini spermatogonia membagi diri secara mitosis sebanyak empat kali sehingga dihasilkan 16 spermatosit primer. Lama periode ini adalah 15 sampai 17 hari. Tahap menjadi masak, pada tahap ini terjadi pembelahan miosis sehingga sel spermatosit primer berubah menjadi sel spermatosit sekunder dan jumlah kromosom menjadi separonya. Periode ini berjalan selama 15 hari. Beberapa jam kemudian spermatosit sekunder akan berubah menjadi spermatid. Tahap transformasi, pada tahap ini terjadi proses metamorfosa seluler dari sel spermatid sehingga terbentuk sel spermatozoa atau sel mani. Periode ini membutuhkan waktu 15 menit, dari 1 sel spermatogonium akan terbentuk 64 buah sel mani.

Menurut Hardjopranjoto (1995), semua proses spermatogenesis dikontrol oleh sistem endokrin yaitu hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh kelenjar hipofosa anterior, misalnya FSH (folicle stimulating hormone) mendorong proses spermatogenesis pada hewan jantan. Hormon ICSH (interstitial cell stimulating hormone) atau LH (luteinizing hormone) dari kelenjar hipofosa anterior mempengaruhi produksi hormon testosteron oleh sel-sel leydig dari testis. Hormon testosteron mempunyai fungsi mengatur kelakukan birahi hewan jantan, dan secara tidak langsung mendorong proses spermatogenesis bersama-sama dengan FSH. Hormon jantan juga mempengaruhi fungsi terhadap epididimis, ductus deferens, dan produksi kelenjar asesoris.

Menurut Isnaeni (2006), pengeluaran FSH dirangsang oleh GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone), yaitu hormon pelepas gonadotropin dan hipotalamus. Gonadotropin meliputi FSH dan LH. FSH merangsang sel spermatogenik untuk membelah secara mitosis beberapa kali, dan diakhiri dengan pembelahan meiosis sehingga dihasilkan spermatid yang bersifat haploid. FSH juga merangsang sel sertoli untuk melepaskan zat tertentu yang dapat merangsang dimulainya spermiogenesis (diferensiasi spermatid menjadi sperma). Sel sertoli juga dirangsang oleh testosteron atau androgen (hormon yang dikeluarkan oleh sel leydig). Testosteron merupakan hormon yang juga penting untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi serta ciri seks sekunder pada hewan jantan. Pelepasan testosteron dikendalikan oleh hormon pituitari anterior yang lain, yaitu LH (Luteinizing Hormone), yang pengeluarannya juga dikendalikan oleh GnRH.

Abnormalitas  primer adalah abnormalitas yang terjadi pada saat spermatogenesis yaitu di dalam tubulus seminiferus. Abnormalitas sekunder adalah abnormalitas yang terjadi setelah sperma meninggalkan tubulus seminiferus, selama perjalanan di epididimis, ejakulasi dan faktor-faktor lain (suhu tinggi, tempat penampungan tidak bersih, dan sebagainya) (Widayati et. al., 2008). Bentuk pearshape dibedakan dengan kelainan yang berbentuk seperti buah pear dimana daerah akrosom (anterior) tampak penuh berisi kromatin atau membesar, sedangkan post acrosome sempit sedikit memanjang dengan batas jelas antara daerah anterior dan posterior. Abnormal contour merupakan kelainan bentuk spermatozoa yang secara keseluruhan tidak normal, baik pada bagian kepala maupun ekor. Sedangkan undeveloped merupakan spermatozoa yang tidak mengalami perkembangan sehingga dapat berbentuk kecil, ekor pendek dan dengan pemeriksaan lanjut diperoleh bahwa sel tersebut tidak disusun oleh materi genetik yang lengkap (Bart and Oko, 1998 dalam Riyadhi et al., 2012). Round head adalah abnormalitas pada kepala spermatozoa, dimana kepala spermatozoa berbentuk bulat tanpa ada batas akrosom. Variable size merupakan istilah untuk abnormalitas pada spermatozoa memiliki ukuran kepala lebih besar (macrocephalus) atau lebih kecil (microcephalus) dari ukuran normal spermatozoa umumnya pada spesies tersebut. Double head adalah kejadian dimana kepala spermatozoa memiliki dua kepala dengan satu ekor, kedua kepala tersebut dapat berukuran serupa atau berbeda. Abaxial merupakan bentuk abnormalitas dimana posisi ekor spermatozoa tidak terletak di bagia tengah. Ekor yang seharusnya terletak menempel pada bagian tengah kepala, bergeser ke arah samping dengan membentuk fosa implantasi baru sebagian tempat pertautan ekor. Knobbed acrosome (KA) deferct merupakan kelainan yang terjadi pada bagian akrosom spermatozoa, dimana bentuk kepala tidak mulus tetapi seperti ada lekukan ke arah dalam atau ke arah luar. Detached head adalah keadaan dimana kepala spermatozoa patah atau sampai terlepas dari bagian leher dan ekor. Diadem merupakan jenis abnormalitas spermatozoa dimana terlihat seperti ada lubang-lubang yang ditemukan di daerah nukleus posterior sampai apikal akrosom, batas selubung akrosom atau di seluruh kepala spermatozoa, akan tetapi lebih sering terdapat pada bagian apeks nukleus yang disebabkan invaginasi membran nuklear ke dalam nukleoplasma (Riyadhi et al., 2012).

Secara normal, penurunan testis telah berlangsung sepurna pada waktu lahir atau segera sesudahnya. Ini ditunjukkan oleh korda fibrosa, gubernakulum yang merentang dari testis melalui kanalis inguinalis ke kulit di daerah yang akan menjadi skrotum. Fetus yang semakin membesar menyebabkan gubernakulum berhenti memanjang atau mungkin bahkan memendek, jadi akibatnya menarik testis dari rongga abdominal ke dalam skrotum. Testis yang keluar menuju skrotum, maka testis akan terlipat oleh prosesus vaginalis, suatu pipa peritoneum yang sebelumnya keluar dari rongga abdominalis melalui kanalis inguinalis menuju skrotum (Frandson, 1992). Namun tidak semua testis pada makhluk hidup dapat turun ke skrotum, kadang ada yang masih berada dalam perut, kelainan ini disebut dengan kriptorkid, yaitu testis yang gagal turun menuju skrotum. Menurut Frandson (1992), testis yang tak dapat turun disebut kriptorkid testis dan hewan dengan kondisi seperti itu disebut kriptorkid. Kebanyakan spesies hewan, testis turun ke dalam skrotum bersamaan dengan kelahiran atau sesudahnya. Seekor hewan di mana testis turun ke dalam kanalis inguinalis tetapi tidak masuk ke dalam skrotum disebut high flanker. Kriptorkid dengan kedua testis tertahan di dalam rongga abdominalis mungkin menjadi steril, karena spermatogenesis biasanya tidak secara normal, kecuali kalau temperatur testis lebih dingin daripada temperatur tubuh, suatu keadaan yang umum di dalam skrotum. Namun demikian temperatur yang relatif tinggi pada abdomen tidak berpengaruh terhadap produksi testosteron, sehingga hewan kriptorkid mempunyai aktivitas dan penampilan sebagai jantan yang normal. Kekecualiannya adalah bahwa testis tidak nampak jelas dan spermatozoa tidak dihasilkan.

Epididimis

Epididimis merupakan saluran berkelok-kelok yang menghubungkan testis dengan ductus deferens. Epididimis terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian kepala (caput epididimis), bagian badan (corpus epididimis), dan bagian ekor (cauda epididimis) (Hardjopranjoto, 1995). Menurut Frandson (1992), epididimis merupakan pipa panjang dan berkelok-kelok yang menghubungkan vasa eferensia pada testis dengan ductus deferens (vas deferens). Epididimis merupakan saluran spermatozoa yang panjang dan berbelit, terbagi atas caput, corpus, dan cauda epididimidis, melekat erat pada testis dan dipisahkan oleh tunika albugenia (Dyce et al., 1996 dalam Wahyuni et al., 2012). Organ tersebut berperan penting pada proses absorpsi cairan yang berasal dari tubulus seminiferus testis, pematangan, penyimpanan dan penyaluran spermatozoa ke ductus deferens sebelum bergabung dengan plasma semen dan diejakulasikan ke dalam saluran reproduksi betina (Wrobel dan Bregmann, 2006 dalam Wahyuni et al., 2012).

Kepala epididimis melekat pada bagian ujung dari testis di mana pembuluh-pembuluh darah dan saraf masuk. Badan epididimis sejajar dengan aksis longitudinal dari testis dan ekor epididmis selanjutnya menjadi ductus deferens yang rangkap dan kembali ke daerah kepala, di mana kemudian sampai ke korda spermatik. Epididimis berperanan sebagai tempat untuk pemasakan spermatozoa sampai pada saat spermatozoa dikeluarkan dengan ejakulasi. Spermatozoa belum masak ketika meninggalkan testikel dan harus mengalami periode pemasakan di dalam epididimis sebelum mampu membuahi ovum (Frandson, 1992).

Ductus deferens

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa ductus deferens tersusun atas lumen, musculus circuler, sel epitel, lamina propria, musculus longitudinal dalam, musculus longitudinal luar, dan tunika serosa. Lumen merupakan saluran berongga yang berfungsi sebagai transport nutrien dan juga transport spermatozoa. Musculus circuler adalah lapisan yang mengelilingi bagian lumen dengan arah seperti berputar dan berfungsi untuk kontraksi. Sel epitel merupakan sel yang berfungsi melindungi bagian lumen. Tunika serosa merupakan bagian terluar dari ductus deferens dan berfungsi sebagai pelindung.

Ductus deferens (vas deferens) merupakan saluran lurus yang mengarah ke atas dan merupakan lanjutan dari epididimis. Ductus deferens tidak menempel pada testis dan ujung salurannya terdapat di dalam kelenjar prostat. Ductus deferens berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma dari epididimis menuju vesikula seminalis. Menurut Frandson (1992), ductus deferens (vas deferens) adalah pipa berotot yang pada saat ejakulasi mendorong spermatozoa dari epididimis ke ductus ejakulatoris dalam uretra prostatik. Menurut Bahr dan Bakst (1993) dalam Johari et.al. (2009), ductus deferens adalah saluran yang melekat disepanjang medio ventral permukaan ginjal. Ductus deferens mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan spermatozoa sebelum diejakulasikan.

Ductus deferens meninggalkan ekor epididimis bergerak melalui kanal inguinal yang merupakan bagian dari korda spermatik dan pada cincin inguinal internal memutar ke belakang, memisah dari pembuluh darah dan saraf dari korda. Dua ductus deferens mendekati uretra, bersatu dan kemudian ke dorso kaudal kandung kencing, serta dalam lipatan peritonium yang disebut lipatan urogenital (genital fold) yang dapat disamakan dengan ligamentum lebar pada betina. Beberapa hewan ada yang homolog dengan uterus, yaitu uterus maskulinus yang merupakan lipatan genital di antara dua ductus deferens. Struktur homolog tersebut mempunyai asal usul embriologi yang sama (Frandson, 1992).

 

Penis

Penis merupakan salah satu organ reproduksi bagian eksternal dan merupakan selain sebagai organ ekskresi, penis juga berfungsi sebagai organ kopulasi. Menurut Hardjopranjoto (1995), penis mempunyai fungsi sebagai organ kopulasi dan jalan keluar air mani pada waktu ejakulasi dan mendeposisikan air mani pada organ kelamin betina. Permukaan penis terutama kepala penis (glans penis) sangat kaya dengan saraf. Oleh karena itu, bagian ini sangat peka terhadap segala rangsangan, seperti panas, dingin, atau sakit. Menurut Watson (1997), penis adalah organ tubular yang sangat banyak disuplai oleh vena besar yang dapat diisi darah yang menyebabkan organ ereksi. Penis berisi uretra yang merupakan sistem urinarius dan sistem reproduksi pria. Ujung penis terdapat pembesaran, yang disebut glan penis, yang berada di pusat meatus uretra. Menurut Hamilton (1995), penis adalah organ yang berbentuk silindris tempat lewatnya uretra. Penis terdiri dari jaringan erektil spongiosa yang kaya akan pembuluh darah. Keadaan relaksasi, penis tergantung dan lemas. Rangsangan mental dan fisik pada sistem saraf otonom menyebabkan ruangan darah menjadi membengkak, kekakuan, perbesaran, dan ereksi. Glans penis merupakan struktur pada bagian ujung distal ditutupi dengan kulit yang melipat dua kali untuk membentuk selubung yang disebut foreksin atau prefisium (Hamilton (1995). Corpus cavernosum penis berfungsi untuk menegangkan penis ketika ereksi, dan corpus cavernosum urethra berfungsi untuk merelaksasikan penis.

 

KESIMPULAN

 

            Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa organ reproduksi pada jantan berupa testis, epididimis, ductus deferens, dan penis. Testis terdiri dari 3 bagian, yaitu tubulus seminiferus, sel leydig, dan sel sertoli. Sel leydig menghasilkan hormon testosteron, sedangkan sel sertoli menghasilkan hormon estradiol dan inhibin. Epididimis terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian kepala (caput epididimisi), bagian badan (corpus epididimis), dan bagian ekor (cauda epididimis). Epididimis berfungsi sebagai tempat untuk pemasakan spermatozoa sampai pada saat spermatozoa dikeluarkan dengan ejakulasi. Ductus deferens terdiri atas 3 lapisan, yaitu lamina propria, lamina muskularis, dan tunika serosa. Ductus deferens berfungsi sebagai saluran tempat jalannya sperma dari epididimis menuju vesikula seminalis. Penis merupakan salah satu organ reproduksi bagian eksternal dan merupakan selain sebagai organ ekskresi, penis juga berfungsi sebagai organ kopulasi. Corpus cavernosum penis berfungsi untuk menegangkan penis ketika ereksi dan corpus cavernosum urethra berfungsi untuk merelaksasikan penis.


DAFTAR PUSTAKA

 

Anonim. 2014. Male Reproductive System Epididimis. http://www.histol.chuvashia.com/atlas-en/male-02-en.htm. (Diakses tanggal 02 Oktober 2014 Pukul 12.31 WIB).

Aughey, E., and Frederic L.F. 2001. Comparative Veterinary Histology With Clinical Correlates. Manson Publishing. UK.

Elrod, S., and William S. 2002. Genetika Edisi Keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hamilton,P.M. 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press. Surabaya.

Henderson, C., and Kathleen J. 1997. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Johari, S., Ondho Y.S., Sri W., Henry Y.B., Ratnaningrum. 2009. Karakteristik dan Kualitas Semen Berbagai Galur Ayam Kedu. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Lestari, T.D. 2007. Peran Inhibin pada Proses Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Riyadhi, M., R. Iis Arifiantini., Bambang P. 2012. Korelasi Morfologi Abnormalitas Primer Spermatozoa terhadap Umur pada Beberapa Bangsa Sapi Potong. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Lampung.

Wahyuni, S., Srihadi A., Muhammad A., Tuty L.Y. 2012. Histologi Dan Histomofetri Testis dan Epididimis Muncak (Muntiacus muntjak muntjak) pada Periode Ranggah Keras. Jurnal Veteriner. Bogor. Volume 13 no 3 : 211-219. ISSN : 1411-8327.

Watson, R. 1997. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Wei, Lan., Ke-Mei Peng, Huazhen Liu, Hui Song, Yan Wang, Lia Tang. 2008. Histological Examination of Testicular Cell Development And Apoptosis In The Ostrich Chick. Journal Veterinarian Animal Science. Tubitak. China. 35 (1) : 7-14.

 

Download file Laporan Histologi Jantan

Leave a Reply

Your email address will not be published.