Laporan Praktikum Industri Ternak Unggas Acara Kunjungan Perusahaan

LAPORAN PRAKTIKUM INDUSTRI TERNAK UNGGAS

KUNJUNGAN PERUSAHAAN

(Sinar Permata Farm)

 

Disusun oleh :

Nurus Sobah

13/349268/PT/06587

Kelompok XXIX

Asisten Pendamping : Ardian Priyono

LABORATORIUM ILMU TERNAK UNGGAS

BAGIAN PRODUKSI TERNAK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2015


 

Laporan Praktikum Industri Ternak Unggas

Kunjungan Perusahaan

(Sinar Permata Farm)

 

Profil Perusahaan

            Praktikum Industri Ternak Unggas pada acara kunjungan perusahaan kali ini dilaksanakan di peternakan Sinar Permata Farm yang berada di daerah Cangkringan, kabupaten Sleman. Peternakan Sinar Permata Farm bergerak di bidang perunggasan, khususnya atam layer atau yang biasa disebut dengan ayam petelur. Peternakan Sinar Permata Farm terletak di lokasi yang memiliki temperatur udara yang cukup dingin dan terletak jauh dari pemukiman penduduk. Peternakan tersebut didirikan pada tahun 1982 oleh Bapak Novertus Yudianto Y. dengan populasi ayam sebanyak 2000 ekor dengan jumlah hanya memiliki satu kandang. Seiring berjalannya waktu, peternakan tersebut terus berkembang hingga sekarang memiliki lahan seluas 2 hektar dengan kandang sejumlah 31 kandang dengan jumlah populasi tiap kandang adalah 2080 ekor ayam, sehingga total populasi seluruh ayam petelur yang ada di peternakan Sinar Permata Farm adalah sejumlah 60.000 ekor ayam. Fasilitas yang ada di peternaka Sinar Permata Farm meliputi Kantor yang digunakan oleh manajer bekerja, kamar mandi untuk mandi dan buang air besar, dapur, gudang pakan untuk menyimpan pakan ternak, gudang telur untuk menyimpan telur yang sudah dikumpulkan, gudang alat digunakan untuk menyimpan perlengkapan dan peralatan dari peternakan tersebut, dan juga tempat istirahat.

 

Manajemen Pemeliharaan

            Bibit. Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa bibit yang digunakan untuk peternakan Sinar Permata Farm adalah jenis Lohman yang langsung didatangkan dari Multi Breeder (MB). Lohman Brown  memiliki karakteristik bulu berwarna coklat, perutnya lunak, kloaka bulat telur, lebar, basah kelihatan pucat, badan agak memanjang, tubuh penuh, punggung luas, dan bentuk kepala bagus dengan jengger berwarna merah cerah (Yupi, 2011). Peternakan tersebut membeli bibit dan dipelihara sendiri sejak umur satu hari dengan harga bibit adalah Rp 3.200 per ekor untuk usia bibit satu minggu. Bibit dipelihara hingga berumur 17 minggu dan kemudian setelah berumur 17 minggu bibit tersebut dipindahkan ke kandang produksi untuk menggantikan ayam yang sudah berproduksi rendah untuk dilakukan culling atau pengafkiran.

Populasi. Peternakan Sinar Permata Farm pada awal pendirian hanya memiliki ayam dengan jumlah 2.000 ekor ayam, kemudian terus berkembang hingga sekarang memiliki populasi ayam petelur sejumlah 60.000 ekor yang terbagi ke dalam 31 kandang dengan masing-masing kandang sejumlah 2.080 ekor ayam. Saat terjadi erupsi Merapi, banyak ayam yang ada di peternakan tersebut mati, diperkirakan ayam yang mati hingga berjumlah 5.000 ekor ayam.

Umur Produksi. Berdasarkan hasil dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan data bahwa umur produksi ayam petelur di peternakan Sinar Permata Farm adalah dimulai sejak bibit ayam dipindahkan ke dalam kandang produksi yaitu ketika berumur sekitar 17 minggu dengan bobot ayam kira-kira sudah mencapai sekitar 1,85 kg per ekor ayam. Puncak produksi ayam petelur di peternakan tersebut adalah ketika ayam berumur sekitar 21 minggu dan kemudian ayam tersebut dilakukan culling atau pengafkiran ketika sudah berumur lebih dari 85 minggu atau rata-rata sekitar umur 90 minggu. Menurut Zulfikar (2013), umumnya produksi telur yang terbaik akan diperoleh pada tahun pertama ayam mulai bertelur. Produksi telur pada tahun-tahun berikutnya cenderung akan terus menurun. Dewasa ini yang dianggap lingkaran produksi yang optimal adalah ayam-ayam umur 1,5 sampai 2 tahun. Ayam petelur yang lebih dari 2 tahun tidak ekonomis lagi, sebab mereka tak mampu mengimbangi lagi makanan yang dihabiskan. Itulah sebabnya maka ayam-ayam yang sudah mencapai umur 2 tahun harus diafkir. Penundaan pengafkiran berarti mengurangi keuntungan.

Jumlah Produksi per Hari. Jumlah produksi telur yang dihasilkan di peternakan Sinar Permata Farm adalah sekitar 3,7 ton per hari dari total populasi ayam petelur sekitar 60.000 ekor ayam petelur. Krista dan Bagus (2013) menyatakan bahwa produksi telur ayam layer yaitu antara 200 hingga 250 butir per ekor per tahun. Berat telur berkisar antara 50 sampai 60 gram.

 

Manajemen Kandang

            Model Kandang. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa model kandang yang ada di peternakan Sinar Permata Farm adalah jenis kandang panggung dengan model atap semi monitor. Ukuran dari kandang tersebut adalah panjangnya 28 m, lebar 3 m, tinggi 4 m, dan jarak antar kandang adalah 3,5 m. Menurut Murni (2009), bentuk atap kandang biasanya adalah monitor, semi monitor, shade atau miring, gable, dan sawtooth.

Populasi per Kandang. Peternakan Sinar Permata Farm memiliki jumlah populasi ayam per kandang sekitar 2080 ekor dengan jumlah kandang di peternakan tersebut sebanyak 31 kandang. Menurut Murni (2009), kapasitas kandang perlu mendapat perhatian dalam perencanaan kebutuhan kandang karena erat hubungannya dengan kepadatan kandang, dan kondisi ini juga berhubungan dengan iklim mikro kandang. Penggunaan kandang harus disesuaikan dengan kapasitasnya. Populasi yang terlalu padat menyebabkan ayam akan stress, sehingga menurunkan produksi, disamping ini juga akan berpengaruh pada efisien penggunaan pakan. Sedangkan populasi yang terlalu kecil akan menyebabkan kandang kurang efisien penggunaannya dan akan berpengaruh juga pada pertumbuhan bobot badannya yang kurang optimal disebabkan ayam banyak bergerak atau jalan-jalan. Faktor yang mempengaruhi tingkat kepadatan kandang yaitu temperatur lingkungan, tipe kandang, ukuran ayam, dan umur ayam.

Jarak Antar Kandang. Kandang yang ada di peternakan Sinar Permata Farm memiliki banyak sekali kandang, sehingga perlu dilakukan pengaturan kandang agar memudahkan manajemen dari kandang tersebut. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diketahui bahwa jarak antar kandang di peternakan tersebut adalah sekitar 2,5m sampai 3m. Jarak antar kandang sangat berpengaruh terhadap produktivitas ayam petelur karena berkaitan dengan sirkulasi udara di daerah kandang, selain itu juga jarak antar kandang yang ideal berhubungan dengan menghindari penularan penyakit antar tiap kandang. Menurut Murni (2009), jarak antar kandang satu dengan yang lainnya sebaiknya berjarak 7 m sampai 8 m.

Jumlah Kandang. Berdasarkan hasil pengamatan praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa jumlah kandang yang ada di peternakan Sinar Permata Farm berjumlah 31 kandang yang semuanya digunakan untuk produksi ternak ayam petelur. Jumlah kandang dipengaruhi oleh tujuan dari pemeliharaan serta keuntungan yang diharapkan dari peternakan itu sendiri. Semakin banyak ternak yang dipelihara maka semakin banyak kandang yang dibutuhkan.

 

Manajemen Pakan

            Pakan. Pakan yang diberikan di peternakan Sinar Permata Farm berupa pakan konsentrat, bekatul, jagung, dan obat. Pakan konsentrat dibeli dengan harga Rp 7.600 / kg, pakan bekatul dibeli dengan harga Rp 2.600 /kg, dan pakan jagung dibeli dengan harga Rp 3.000 /kg sedangkan obat yang digunakan dalam campuran pakan adalah obat jenis biovit yang didapat dari Boyolali yang berfungsi untuk mengurangi bau dari ekskreta yang dihasilkan, obat miko yang didapat dari Solo yang berfungsi untuk memberikan warna telur, dan biofos yang didapat dari Semarang yang berfungsi untuk pembentukan cangkang dari telur ayam. Menurut Hardjosworo (2000), penggunaan maksimal jagung kuning dalam ransum adalah 50% sampai 60%. Jagung kuning digunakan dalam jumlah besar dalam penyusunan ransum karena jagung kuning merupakan sumber energi yang baik. Bekatul biasanya bercampur pecahan-pecahan halus dari menir lebih sedikit mengandung kulit dan selaput putih serta berwarna agak kecoklatan. Menurut Murtidjo (1992), kebutuhan akan mineral memang tidak terlalu besar tetapi peranannya sangat penting sekali. Penggunaan premix yang dicampurkan pada komposisi pakan unggas, secara umum dianjurkan dengan dosis 100 sampai 200 gram untuk 100 kg pakan. Hal ini disebabkan karena premix adalah bahan sintetis selain itu juga dilihat dari segi ekonomisnya.

Metode Pemberian. Pemberian pakan yang dilakukan di peternakan Sinar Permata Farm dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu pagi dan sore hari. Pagi diberikan pada pukul 06.30 WIB dan sore hari diberikan pada pukul 13.00 WIB. Bahan pakan yang ada berupa konsentrat, bekatul, jagung dan obat dicampur dengan ketentuan proporsi untuk konsentrat 35% (70 kg), bekatul 15% (30 kg), dan jagung 50% (100 kg). Proporsi 5% dari konsentrat merupakan campuran dari obat-obat yang diberikan yaitu berupa biovit, miko, dan biofos. Pakan yang diberikan pada ternak ayam petelur berupa campuran dari bahan pakan tersebut dan diberikan dalam bentuk crumble dan diberikan secara merata kepada tiap-tiap ternak ayam.  Menurut Kartadisastra (2008), metode every basis yaitu metode pemberian pakan dalam jumlah yang cukup dan sesuai dengan kebutuhannya. Metode ini cocok diterapkan pada pemeliharaan ayam potong (broiler) dan ayam petelur yang menghasilkan telur konsumsi (commercial layer).

Jumlah Pemberian. Jumlah pakan yang diberikan untuk ayam petelur pada peternakan Sinar Permata Farm adalah sejumlah 126 gram/ekor/hari dengan proporsi pada pagi hari 40% dan sore hari 60%. Jumlah pakan 126 gram tersebut sudah mengandung konsentrat 35%, bekatul 15% dan jagung 50%.

 

Manajemen Penanganan Penyakit dan Lingkungan

            Vaksinasi. Vaksin adalah suatu produk biologis yang berisi mikroorganisme agen penyakit yang telah dilemahkan atau diinaktifkan (attenuated) (Puspitasari, 2009). Vaksinasi dilakukan untuk mencegah penyakit merugikan yang disebabkan oleh virus (Soeripto, 2002). Berdasarkan hasil praktikum diketuhui bahwa pada peternakan Sinar Permata Farm diberikan dalam bentuk minum dan juga suntik atau injeksi. Vaksin yang diberikan dalam bentuk minuman adalah vaksin jenis ND Lasota yang diberikan setiap 30 hari sekali dengan dosis 4 vaksin untuk 2000 ekor ayam, kemudian vaksin jenis IB yang diberikan setiap 2 bulan sekali. Vaksin jenis suntik yang diberikan untuk ayam petelur berupa vaksin Coryza dan vaksin jenis AI yang sama-sama diberikan sebanyak 4 kali pengulangan dalam sekali masa produksi, kemudian vaksin jenis ND kill, ND ID EDS kill, dan ND IB yang masing-masing diberikan secara berurutan. Menurut Nataamijaya (2005), pencegahan penyakit tetelo (newcastle disease) dilakukan melalui vaksinasi menggunakan vaksin galur La Sota atau Kumarov.

Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit IBD. Vaksinasi IBD maupun infeksi virus Gumboro dapat merangsang respon antibodi yang bersifat aktif. Walaupun mortalitas akibat Gumboro sulit diramalkan, evaluasi lapangan menunjukkan bahwa mortalitas dan kemgian lain yang ditimbulkan oleh Gumboro pada ayam yang tidak divaksinasi lebih tinggi dibandingkan dengan ayam yang divaksinasi. Vaksinasi haus mempertimbangkan saat vaksinasi yang tepat (bervariasi menurut titer antibodi asal induk), per vaksinasi, dan virulensi virus vaksin. Vaksinasi Gumboro dapat dilakukan dengan pemberian vaksin lived atau gabungan vaksin lived dan vaksin killed, selain itu vaksin killed dapat pula dilakukan bersamaan dengan vaksin ND secara subkutan menggunakan virus IBD galur tidak virulen (mild). Petemakan unggas secara umum biasa memberikan vaksin lived dibanding vaksin killed. Vaksin killed umumnya lebih mahal, walaupun memiliki kemampuan memproteksi lebih lama daripada vaksin lived. Vaksin ini biasanya hanya diberikan pada unggas-unggas yang hidup di daerah yang memiliki potensi terjadinya IBD cukup besar. Ayam yang divaksinasi dengan vaksin lived mempunyai tingkat mortalitas yang lebih tinggi dengan ayam yang divaksinasi gabungan vaksin lived dan killed, jika terjadi kegagalan vaksinasi (Tabbu, 2000 dikutip oleh Puspitasari, 2009).

Sanitasi. Sanitasi pada peternakan Sinar Permata Farm dilakukan secara berkala yang meliputi sanitasi pembersihan tempat pakan dan minum, pembersihan kandang, dan juga pengumpulan ekstreta dari ayam. Sanitasi untuk tempat pakan dilakukan ketika akan memberikan pakan pada ayam, sedangkan sanitasi tempat minum dilakukan 2 kali bersamaan dengan pembersihan tempat pakan. Alat yang sering digunakan untuk sanitasi kandang adalah sikat yang digunakan untuk sanitasi tempat minum, grenjeng yang digunakan untuk membersihkan lumut yang ada di tempat minum, timba atau kurasan digunakan untuk membuan sisa minum yang tersisa. Soeripto (2002), menyatakan bahwa tujuan dari sanitasi secara menyeluruh adalah untuk menjaga kebersihan kandang baik luar maupun  dalam kandang agar ternak dapat menampilkan performans yang baik dan ternak bebas dari penyakit. Penyebab dari kurang perhatian sanitasi akan menimbulkan ternak rentan terhadap penyakit, sehingga ternak banyak yang mati. Oleh karena itu sanitasi sangat diperlukan dalam manajemen usaha peternakan.

Biosecurity. Sistem biosecurity yang ada di peternakan Sinar Permata Farm adalah berupa penyemprotan kendaraan yang masuk ke dalam area peternakan dengan menggunakan terminator dan juga krat untuk tempat telur sebelum digunakan harus dicelupkan terlebih dahulu dengan mengguanakan laruten wipol. Menurut Sudarmono (2003), biosecurity yang harus dilakukan adalah mencegah para tamu masuk ke dalam lokasi peternakan, menempatkan ayam yang sakit di kandang isolasi (kandang isolasi harus jauh dari kandang ayam lainnya), pembakaran bangkai ayam dilakukan jauh dari area peternakan serta mencegah keributan di lingkungan peternakan. Menurut pendapat Fadilah dan  Polana (2004) yang menyatakan bahwa penyakit ternak ayam dapat ditularkan lewat hubungan antara penderita dengan ayam-ayam yang sehat dan hubungan ayam-ayam yang sehat dengan tempat, perlengkapan dan lingkungan yang terinfeksi penyakit. Ternak yang sudah sembuh dapat menjadi penghantar penyakit.

 

Pemasaran

            Peternakan Sinar Permata Farm merupakan peternakan yang tujuannya adalah menghasilkan telur ayam. Setiap harinya, peternakan tersebut menghasilkan sekitar 3,7 ton telur ayam petelur. Pemasaran produk telur tersebut dilakukan dengan mengirimkan ke beberapa wilayah seperti di daerah Yogyakarta serta di luar Yogyakarta seperti Kutoarjo, Sumpyung, dan Gombong. Konsumen dari telur produk peternakan Sinar Permata Farm kebanyakan adalah dari Hotel yang sudah biasa membeli telur di peternakan tersebut. Harga jual dari telur di peternakan tersebut mengikuti dari harga pemerintah, jadi tidak pasti berapa harga untuk setiap harinya, tetapi untuk harga ketika praktikum sedang dilakukan yaitu berada di kisaran Rp 17.500 per kilogram telur. selain dari penjualan telur sebagai produk utama, peternakan Sinar Permata Farm juga menjual ayam petelur yang sudah diafkir. Penjualan dari ayam petelur afkir sendiri dijual di daerah Kaliurang dengan metode penjualan tiap penimbangan 20 ekor ayam petelur afkir. Menurut Mappingau dan Esso (2011), pemasaran merupakan kegiatan menyalurkan produk dari produsen ke konsumen, yaitu dari peternak ayam layer ke konsumen telur ayam, yang di dalamnya juga terlibat distributor untuk memperlancar penjualan telur. alur yang biasa digunakan untuk pemasaran telur yaitu peternak (produsen) lalu ke pedagang pasar besar ke pengecer dan yang terakhir ke konsumen. Pemasaran telur juga biasa disampaikan melalui media cetak maupun elektronik, dapat juga melalui komunikasi personal oleh peternak ataupun pedagang.

 

Kesimpulan

            Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan di peternakan Sinar Permata Farm, dapat disimpulkan bahwa manajemen pemeliharaan, manajemen perkandangan, manajemen pakan, manajemen penanganan penyakit dan lingkungan, serta pemasaran yang ada di peternakan Sinar Permata Farm sudah cukup baik dan sudah sesuai dengan standar.

 

Kritik dan Saran

Kritik

            Kritik yang dapat saya sampaikan adalah dalam hal pemberian informasi tentang perubahan jam pemberangkatan ke perusahaan terlalu mepet sehingga praktikan yang sudah terlanjur bertukan jadwal agak kebingungan karena ketika itu juga bertepatan ada yang sedang melakukan responsi praktikum. Transportasi menuju ke lokasi perusahaan juga sebaiknya menggunakan kendaraan berupa bus jangan dengan menggunakan sepeda motor karena untuk menghindari ada salah satu dari rombongan yang nyasar juga untuk menghindari kecelakaan karena motor harus berjalan secara bergerombol.

Saran

            Saran yang dapat saya sampaikan adalah sebaiknya pemberian informasi perubahan jadwal pemberangkatan dilakukan minimal 24 jam sebelu jadwal pemberangkatan agar semua praktikan mengetahui perubahan jadwal lebih awal sehingga pengaturan pertukaran jadwal bisa diatur lagi. Perlu disediakan alat transportasi yang memadai dan informasi tempat praktikum yang lebih jelas untuk menuju ke tempat praktikum agar kejadian praktikan dan asisten nyasar tidak terjadi lagi. Demikian kritik dan saran yang dapat saya sampaikan, mohon maaf dan terimakasih.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Fadilah, R. dan A. Polana. 2004. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Hardjosworo, P. S., dan Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kartadisastra, H. R. 2008. Pengelolaan Pakan Ayam. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Krista, B. dan Bagus, H. 2013. Ayam Kampung Petelur. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Mappigau, P., dan A. Sawe R. Esso. 2011. Analisis Strategi Pemasaran Telur pada Peternakan Ayam Ras Skala Besar di Kabupaten Sidrap. Vol. X (3).

Murni, M. C. 2009. Mengelola Kandang dan Peralatan Ayam Pedaging. Departemen Peternakan. Cianjur.

Murtidjo, B. A. 1992. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Nataatmijaya, Achmad Gozali. 2005. Karakteristik Penampilan Pola Warna Bulu, Kulit, Sisik Kaki, dan Paruh Ayam Pelung di Garut dan Ayam Sentul di Ciamis. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. Buletin Plasma Nutfah Vol.11 No.1 Th.2005.

Puspitasari, Shinta. 2009. Gambaran Respon Kebal Terhadap Newcastle Disease (ND) pada Ayam Pedaging yang Divaksin IBD-Killed Setengah Dosis. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sudarmono. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Soeripto. 2002. Pendekatan Konsep Kesehatan Hewan Melalui Vaksinasi. Jurnal Litbang Pertanian. 21(2):48-55.

Tabbu, C. R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Yupi. 2011. Analisis Usaha Tani Ayam Ras Petelur. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.

Zulfikar. 2013. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Ras. UNSYIAH.

 

 

LAMPIRAN

Gambar 1. Manajemen Perkandangan
Gambar 2. Manajemen Perkandangan
Gambar 3. Gudang Telur
Gambar 4. Gudang Pakan
Gambar 5. Proses Transportasi
Gambar 6. Penanganan Limbah Ekskreta

 

 

 

Laporan Praktikum Biokimia Ternak Acara Ekskresi Derivat Purin Dalam Urin

LAPORAN BIOKIMIA TERNAK

ACARA VIII

EKSKRESI DERIVAT PURIN DALAM URIN

 

Disusun oleh :

Kelompok XXVIII

                                 Maya Kurnia Kusuma                        PT/06438

                                 Amelia Rahmawati Santoso PT/06483

                                 Nurus Sobah                           PT/06587

                                 Nino Sugiyanto                       PT/06602

                                 Santa Astria Simbolon           PT/06613

Asisten : Qorina

 

 

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI

BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014


 

ACARA VIII

EKSKRESI DERIVAT PURIN DALAM URIN

 

Tujuan Praktikum

            Praktikum acara ekskresi derivat purin dalam urin bertujuan untuk menentukan kadar allantoin urin dalam urin.

 

Tinjauan Pustaka

            Asam nukleat adalah struktur molekular kompleks yang terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan fosfor. Asam nukleat adalah molekul turunan dan pengatur fungsi protein dalam sel. Ada dua jenis asam nukleat yaitu asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA). DNA dapat ditemukan dalam kromosom semua makhluk hidup dan memiliki kemampuan untuk menggandakan dirinya. RNA berfungsi dalam sintesis protein di bawah perintah DNA. DNA dan RNA terdiri dari rantai-rantai subunit yang disebut nukleotida yang disatukan melalui proses sintesis dehidrasi. Setiap nukleotida terdiri dari tiga bagian,nukleotida mengandung basa nitrogen yang bergabung dengan satu pentosa (gula lima karbon)  yang kemudian terikat pada satu gugus fosfat. Ada dua jenis basa nitrogen yaitu primidin dan purin. Pirimidin adalah molekul bercincin tunggal yang mengandung karbon, nitrogen, dan hidrogen. Pirimidin dalam asam nukleat meliputi sitosin (C), timin (T), dan urasil (U). Primidin pada RNA tidak ada timin namun hanya ditemukan urasil. Purin adalah molekul bercincin ganda,yang termasuk purin adalah adenine (A) dan guanine (G) yang keduanya dapat ditemukan dalam DNA dan RNA.

Nukleotida yang paling dikenal karena peranannya adalah nukleotida purin dan pirimidin. Basa-basa purin yang yang terpenting adalah adenin, guanin, hipoxantin, dan xantin. Purin terdapat dalam asam nukleat berupa nukleoprotein. Asam nukleat ini akan dipecah lagi menjadi mononukleotida. Mononukleotida dihidrolisis menjadi nukleosida yang dapatb secara langsung diserap oleh tubuh dan sebagian dipecah lebih lanjut menjadi purin dan pirimidin. Purin teroksidasi menjadi asam urat. Asam urat terbentuk dari hasil metabolisme ikatan kimia yang mengandung nitrogen yang terdapat dalam asam nukleat yang disebut purin. Asam urat dapat direabsorpsi melalui mukosa usus dan dieksresikan melalui urin.

Derivat purin merupakan penjumlahan ekskresi allantoin dan asam urat pada urin sapi. Protein kasar yang berada di pakan menyebabkan terjadinya perbedaan ekskresi derivat purin karena perbedaan kandungan ammonia dalam rumen. Sintesis protein pakan oleh mikrobia dipengaruhi oleh kecepatan pemecahan nitrogen makanan, kecepatan absorpsi ammonia dan asam-asam amino, kecepatan aliran bahan yang keluar rumen, kebutuhan mikrobia akan asam, dan jenis fermentasi rumen berdasarkan jenis makanan (Arora, 1995).

Protein mikrobia merupakan sumber asam amino yang diperlukan ternak ruminansia untuk pemeliharaan jaringan tubuh, pertumbuhan, produksi, dan reproduksi. Protein mikrobia dapat memenuhi sekitar 80% kebutuhan asam amino ternak ruminansia. Metode yang paling sederhana dan mudah pelaksanaan untuk mengestimasi sintesis protein mikrobia adalah dengan mengukur derivat purin (DP) yang dieksresikan lewat urin. Ada korelasi antara absorbsi protein mikrobia rumen dengan asam nukleat sehingga jumlah protein mikrobia yang diabsorbsi dapat diestimasi dari derivat purin (DP) yang dieksresikan melalui urin yaitu hypoxanthin, xanthin, asam urat, dan allantoin.


 

Materi dan Metode

 

Materi

Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum acara ekskresi derivat purin dalam urin yaitu tabung reaksi, tabung spektrofotometer, vortex, spektrofotometer, bak, oil bath, pipet, pipet ukur, lap kain, rak tabung.

Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum acara ekskresi derivat dalam urin yaitu urin sapi PFH, aquades, NaOH 0,5 M, HCl 0,5 M, penil hidrazin, air es, alkohol dingin 40%, HCl pekat, dan K2FeCN.

 

Metode

            Penentuan kadar allantoin yaitu sampel atau blanko sebanyak  0,5 mL ditambah 2,5 ml aquades ditambah dengan NaOH 0,5 M sebanyak 0,5 ml dan divortex. Tahap selanjutnya, dimasukkan dalam oil bath 100ºC selama 7 menit kemudian didinginkan pada air es lalu ditambahkan 0,5 ml HCl 0,5 M ditambah dengan penil hidrazin sebanyak 0,5 ml dan dihomogenkan lalu dimasukkan dalam oil bath 100ºC selama 7 menit. Sampel, blanko didinginkan dengan alkohol dingin 40%, kemudian ditambah 1,5 ml HCl pekat dan 0,5 ml K2FeCN, dihomogenkan dan didiamkan 20 menit dan dibaca pada panjang gelombang 522 nm (standar allantonin = 100 mg/L).

Y = 0,0047 + 0,0132X

            Dimana,

Y = absorbansi

X = kadar allantoin (mg/mL)

 

 

Hasil dan Pembahasan

Praktikum  eksresi derivat purin dalam urin dilakukan dengan penentuan kadar allantoin dalam urin. Sampel yang digunakan adalah urin sapi PFH. Sampel sebanyak 0,5 mL ditambahkan dengan 0,5 mL NaOH 0,5 M selanjutnya dihomogenkan dengan vortex. Penambahan NaOH berfungsi sebagai pensuasana basa. Tabung reaksi yang telah dihomogenkan selanjutnya dimasukkan ke dalam oil bath pada suhu 100˚C selama 7 menit kemudian didinginkan dengan air es. Larutan yang telah dingin kemudian ditambah dengan 0,5 mL HCl 0,5 M dan 0,5 mL indikator penil hidrazin selanjutnya dihomogenkan dengan vortex serta dimasukkan ke oil bath kembali pada suhu 100˚C selama 7 menit. Fungsi penambahan HCl 0,5 M yaitu untuk mempercepat reaksi. Larutan di dalam tabung mempunyai laju reaksi yang cepat, lalu ditambahkan fenilhidrazin supaya dihasilkan derivat lain dari purin selain allantoin yaitu derivat fenilhidrazon. Penggunaan oil bath karena suhu yang dibutuhkan 1000C sehingga kalau memakai water bath tidak bisa mencapai suhu 1000C.

Tabung reaksi dimasukkan dalam oil bath kembali, didinginkan dengan alkohol 40% dingin serta ditambah dengan HCl pekat sebanyak 1,5 mL dan larutan K2FeCN sebanyak 0,5 mL. Pendinginan dengan alkohol berfungsi untuk menghentikan proses hidrolisis secara keseluruhan, agar dihasilkan allantoin saja, digunakan alkohol 40% dalam pendinginan kedua karena alkohol memiliki titik beku lebih rendah sehingga cepat untuk menghentikan proses hidrolisis. Larutan K2FeCN  berfungsi untuk membentuk kromosfor sebagai indikator warna terjadinya reaksi. Warna akan berubah dari kuning menjadi orange tua setelah penambahan  K2FeCN. Tabung berisi larutan divortex dan dibiarkan selama  20 menit sampai warna merah bata. Larutan selanjutnya dibaca dengan spektofotometer pada panjang gelombang 522 nm untuk mengetahui absorbansi dari allantoin tersebut.

Hasil absorbansi sampel urin PFH sebesar 1,152 dan absorbansi blanko urin sapi PFH sebesar 0,656, jadi absorbansi sampel kelompok 28 menjadi 0,496 sedangkan untuk sampel urin sapi PO kelompok 23 absorbansinya sebesar 2,160. Kadar allantoin di dalam sampel urin sapi PFH kelompok 28 dengan pengenceran sebanyak  5 kali sebesar 186,1 mg/mL sedangkan sampel urin sapi PO kelompok 23 yang diencerkan 5 kali sebesar 567,9 mg/mL. Menurut Yulianti (2010), penjumlahan derivat purin adalah penjumlahan dari allantoin dan asam urat. Ekskresi derivat purin mempunyai hubungan dengan purin. Menurut Chen et al. (1992) dalam Yulianti (2010),terdapat korelasi antara absorbsi protein mikrobia dengan asam nuklea sehingga jumlah protein mikrobia yang diabsorbsi dapat diestimasi dari DP yang diekskresikan melalui urin yaitu hypoxanthin, xanthin, asam urat dan allantoin. Menurut Orskov (1992) dalam Yulianti (2010), prinsip pengukuran DP adalah sebagian besar asam nukleat yang meninggalkan rumen berasal dari mikrobia rumen. Asam nukleat mikrobia selanjutnya dicerna dalam usus halus (kecernaannya sekitar 83 %) dan hanya sebagian kecil purin yang diabsorbsi dan digunakan oleh ternak sedangkan sebagian besar dikonversi menjadi hypoxanthin, xanthin, asam urat dan allantoin yang diekskresikan melalui urin.

Menurut Djouvinov dan Todorov (1994) dalam Yulianti (2010) bahwa penggunaan DP dalam urin untuk mengestimasi protein mikroba mempunyai akurasi yang relatif baik. Menurut Suprayogi (2010), hasil analisis derivat purin sapi PO dengan tiga macam jenis pakan yaitu jerami kacang tanah, rumput raja,dan hijauan jagung adalah 52,42; 44,42 dan 41,89 mmol/ekor/hari. Perbedaan ekskresi derivat purin dalam urin dipengaruhi oleh kontribusi allantoin dan asam urat di dalam urin dengan allantoin merupakan konsentrasi yang terbanyak di katabolisme purin. Perbandingan kadar allantoin sebagai derivat purin dalam urin untuk praktikum dengan literatur berbeda sebab kadar allantoin dalam derivat purin merupakan gambaran sintesis mikrobia dalam rumen sehingga masing-masing sapi dan bangsa sapi berbeda. Derivat purin dalam sapi PO lebih pekat daripada sapi PFH karena jumlah absorbansi dengan spektrofotometer lebih besar sampel urin sapi PO dan warna sampel lebih merah bata.

 

 

Kesimpulan

            Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan kadar allantoin dalam urin sapi PFH yang diencerkan sebanyak lima kali sebesar 186,1 mg/mL sedangkan urin sapi PO yang diencerkan sebanyak  lima kali sebesar 567,9 mg/mL.  Kadar allantoin urin sapi PO lebih besar daripada urin sapi PFH. Faktor yang mempengaruhi adalah kualitas pakan sebagai sumber protein ternak ruminansia yaitu protein pakan yang lolosdegradasi dalam rumen, protein mikrobia, juga dipengaruhi oleh kontribusi allantoin di dalam urin.

 

 

Daftar Pustaka

 

Arora, S, P. 1995. Pencemaran Mikrobia pada Ruminansia. Gadjah Mada Universty. Yogyakarta.

Krisnatuti, Diah, Rina Y., Vera U. 2007. Perencana untuk penderita gangguan asam urat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Lamid, Mirni. 2010. Penggunaan jerami padi, jerami padi amoniasi dan jerami kedelai sebagai pakan tunggal terhadap sintesis protein mikrobia pada sapi peranakan Ongole. Veterinaria Medika, Vol.3 No.2.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Pemula. EGC. Jakarta.

Suprayogi, W.P.S. 2003. Sintesis protein mikrobia sapi peranakan ongole yang diberikan pakan yang berserat. Jurnal Indon. Trop. Anim. Agric. Vol. 28, No. 3.

Yulianti, Arliana. 2010. Kinetika volatile fatty acid (vfa) cairan rumen dan estimasi sintesis protein mikrobia pada sapi perah dara peranakan

Friesian holstein yang diberi pakan basal rumput raja, jerami jagung, dan jerami padi yang disuplementasi konsentrat protein tinggi. Jurnal Teknologi Pertanian 6(1)  25-33.

 

 

Penghitungan

  • Urin sapi PFH

Diketahui  : Yblanko = 0,656

Ysampel = 1,152

Ditanya      : kadar allantoin urin sapi PFH

Jawab        :

Y = Ysampel – Yblanko

Y = 1,152 – 0,656

= 0,496

 

Y                 = 0,0047 + 0,0132X

0,496                   = 0,0047 + 0,0132X

0,0132X     = 0,496 – 0,0047

X                 = 0,4913 / 0,0132

X                 = 37,22 mg/mL

X                 = 37,22 x 5 (faktor pengenceran)

X                 = 186,1 mg/mL

  • Urin sapi PO

Diketahui  : Yblanko = 0,656

Ysampel = 2,160

Ditanya      : kadar allantoin urin sapi PO

Jawab        :

Y = Ysampel – Yblanko

Y = 2,160 – 0,656

= 1,504

 

 

Y                 = 0,0047 + 0,0132X

1,504                   = 0,0047 + 0,0132X

0,0132X     = 1,504 – 0,0047

X                 = 1,4993 / 0,0132

X                 = 113,6 mg/mL

X                 = 113,6 x 5 (faktor pengenceran)

X                 = 567,9 mg/mL

 

 

 

 

 

Laporan Praktikum Biokimia Ternak Acara Mikrobia Dalam Rumen

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA TERNAK

ACARA II

MIKROBIA DALAM RUMEN

Disusun oleh :

Kelompok XXVIII

Maya Kurnia Kusuma                                                PT/06438

Amelia Rahmawati Santoso                         PT/06483

Nurus Sobah                                                   PT/06587

Nino Sugiyanto                                               PT/06602

Santa Astria Simbolon                                   PT/06613

Asisten : Qorina

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI

BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

 UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

 

ACARA II

MIKROBIA DALAM RUMEN

 

Tujuan Praktikum

Praktikum mikrobia dalam rumen bertujuan untuk mengetahui kadar protein mikrobia rumen, aktivitas enzim CMC-ase, dan kadar amonia cairan rumen.

 

Tinjauan Pustaka

Ciri khas dari ternak ruminansia yaitu lambung jamak atau poligastrik yang memiliki empat segmen yaitu rumen,retikulum, omasum,abomasum. Keempat segmen ini memiliki aktivitas yang berbeda-beda. Ruminansia secara spesifik mampu menyintesis asam-asam amino dari unsur-unsur yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas dirumen, karenanya ruminansiamampu mengonsumsi urea ( non-protein nitrogen) dalam jumlah terbatas,yang di dalam rumen terurai menjadi amonia (NH3) dan merupakan bahan- bahan utama pembentuk asam-asam amino. Selain dari bahan pakan yang dikonsumsinya, kebutuhan protein ternak ruminansia dapat juga dipenuhi dari mikrobia rumen (Sodiq,2008).

Kecernaan merupakan hasil proses degradasi molekul makro yang terdapat di dalam bahan pakan menjadi senyawa yang sederhana yang dapat diserap dari organ cerna. Pencernaan pada ruminansia ditandai oleh adanya proses fermentasi yang ekstensif dalam organ retikulo-rumen. Pencernaan fermentatif ini terjadi melalui aktivitas mikrobia pada kondisi lingkungan anaerobik, temperatur yang konstan yaitu 390C dalam rentang pH antara 5,5 sampai 7,0 (sedikit asam sampai netral)    (Ginting et.al, 2012). Menurut Abidin (2008) bahwa komposisi zat-zat makanan (dalam presentase bahan kering) yang dibutuhkan oleh sapi dan harus tersedia di dalam pakan ternak ruminansi,seperti karbohidrat sebanyak 60-75%, dengan adanya rumen karbohidrat yang dibutuhkan oleh ruminansia berasal dari sumber yang lebih bervariasi yaitu selulosa, hemiselulosa, pektin, dan sedikit pati. Selulosa merupakan bahan organik yang terdapat pada tanaman dalamjumlah besar, seluruh karbohidrat ini akan dirubah menjadi VFA (volatil fatty acid). Keberadaan Mikrobia dalam rumen yang mampu mendegradasi protein menjadi ikatan-ikatan peptida dan gas metan (NH3) serta menyusunnya menjadi asam-asam amino,baik esensial maupun non esensial. Keberadaan mikrobia rumen inilah yang menyebabkan ruminansia yang mampu mengonsumsi non-protein nitrogen seperti urea.

Menurut Lamid et.al (2011) bahwa di dalam rumen ternak ruminansia mengandung bakteri dan fungi yang mampu mencegah lignoselulosa dan lignohemiselulosa. Salah satu genus bakteri yang hidup di rumen diantaranya adalah bakteri selulolitik yang memiliki kemampuan mendegredasikan selulosa pada tanaman dengan menghasilkan enzim selulase. Degradasi selulosa dilakukan dengan bantuan enzim selulase menjadi hasil akhir glukosa.

 

 

Materi dan Metode

 

Materi

Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum mikrobia dalam rumen antara lain: tabung reaksi, safelock tube, spektrofotometer, pipet ukur, rak tabung reaksi, vortex, waterbath, pipet mikro, sentrifuge, gelas beker.

Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum mikrobia dalam rumen adalah cairan rumen, NaOH 1 N, aquades, larutan Lowry A, enzim, sianida karbonat, sodium karbonat, potassium ferrisianida, larutan Lowry B, sodium tungstate, H2SO4 1 N, campuran phenol, hipoklorid, enzim, buffer, CMC.

Metode

Preparasi sampel. Cairan rumen disentrifuge pada 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang dihasilkan disentrifugasi kembali pada 10.000 rpm selama 15 menit sehingga mendapatkan endapan mikrobia. Supernatan (enzim) yang dihasilkan digunakan untuk penentuan CMC-ase. Presipitat yang dihasilkan digunakan untuk penentuan protein mikrobia.

Penentuan kadar protein mikrobia. Sebanyak 0,5 mL NaOH ditambahkan pada presipitat hasil dari preparasi sampel lalu dididihkan pada suhu 90°C selama 10 menit selanjutnya dihasilkan sampel untuk penentuan mikrobia dan diencerkan dengan aquades sebanyak 6 kali. Dua tabung reaksi disiapkan untuk 0,5 mL sampel dan 0,5 mL aquades sebagai blanko. Masing-masing tabung ditambakan 2,5 mL larutan Lowry B lalu dihomogenkan dan dibiarkan selama 10 menit. Tahap selanjutnya, masing-masing ditambahkan 0,25 mL larutan Lowry A lalu dihomogenkan dan dibiarkan 30 menit. Absorbansi dibaca dengan spektrofotmeter λ750 nm dan dihitung kadar protein dengan persamaan Y = 0,0025X + 0,0146.

Penentuan aktivitas enzim CMC-ase.  Enzim yang digunakan adalah supernatan yang dihasilkan dari preparasi sampel. Empat tabung reaksi disiapkan, tabung ES diisi dengan 0,1 mL enzim, 0,4 buffer pH 5,5, CMC 1%, aquades 0,3 mL; tabung E diisi dengan 0,1 mL enzim, 0,4 buffer pH 5,5, aquades 1,3 mL; tabung S diisi dengan 0,4 buffer pH 5,5, CMC 1%,dan aquades 0,4 mL; tabung BL diisi dengan 0,4 buffer pH 5,5 dan aquades 1,4 mL. Tahap selanjutnya, semua tabung yang telah terisi diinkubasi pada suhu 380C selama 45 menit, enzim dimasukkan setelah tabung diinkubasi selama 1 menit. Aktivitas enzim dihentikan dengan menambahkan campuran 1 mL larutan sianida karbonat, 0,2 mL sodium karbonat, dan 2 mL larutan 0,05% potassium ferrisianida (pH 10,6) pada semua tabung setelah diinkubasi. Isi tabung kemudian dihomogenkan dengan vortex, lalu dipanaskan pada air mendidih selama 30 menit. Tabung didinginkan dan warna yang terjadi dibaca pada λ420 nm. Perhitungan absorbansi produk = Abs (BL-ES) – (BL-E) – (BL-S). Hasil perhitungan absorbansi produk digunakan untuk menghitung aktivitas CMC-ase berdasar persamaan regresi berikut :      Y= 0,002034X + 0,01858

Penentuan NH3 cairan rumen. Larutan A (sodium tungstate) sebanyak 0,1 mL ditambah dengan 0,2 mL cairan rumen dicampurkan dengan 0,1 mL larutan B (H2SO4) dingin dan divortex lalu disentrifuge 15000 rpm selama 10 menit. Sebanyak 20 µL supernatan ditambah 2,5 ml larutan C (campuran phenol), lalu ditambahkan 2,5 ml larutan D (hipoklorid) dan dicampur. Larutan diinkubasi pada suhu 40°C selama 30 menit lalu didinginkan pada suhu kamar. Hasil pendinginan dibaca pada spektrofotometer pada λ630 nm lalu diabsorbansi dalam persamaan Y = 0,0068X + 0,0279.

 

 

Hasil dan Pembahasan

 

 

Preparasi sampel. Sentrifugasi cairan rumen pada 3000 rpm selama 15 menit pada saat preparasi sampel bertujuan untuk mengendapkan partikel pakan, lalu disentrifugasi kembali pada 10.000 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan endapan mikrobia rumen. Menurut Yuwono (2010) bahwa ada dua macam prinsip sentrifugasi yang umum digunakan untuk pemisahan partikel didasarkan atas massa, ukuran, atau panjang partikel, dan densitas partikel.

Penentuan kadar protein mikroba. Penambahan NaOH pada presipitat uji protein mikrobia menyebabkan lisisnya membran sel, lalu dididihkan hingga 90°C untuk memecah sel mikrobia juga untuk membantu agar cepat lisis sehingga protein yang ada dalam mikrobia dapat keluar. Larutan Lowry B terdiri dari CuSO4, Na2CO3, dan Na-kartartat, CuSO4 memiliki fungsi untuk membentuk ikatan CuN sedangkan Na2CO3 dan Na-kartartat untuk melepaskan N. Pemberian larutan Lowry B pada sampel awalnya berwarna bening lama-kelamaan menjadi warna ungu karena terbentuknya ikatan CuN. Larutan Lowry A terdiri dari aquades dan folin, folin akan bereaksi dengan CuN membentuk folin-clocalteau yang memberi warna kompleks. Presipitat hasil preparasi sampel digunakan untuk kadar protein mikrobia karena hasil dari sentrifuge kedua adalah bahan yang akan diuji yaitu protein mikrobia. Prepitat diencerkan dengan NaOH maka  membran selmikrobia akan lisis sehingga protein di dalamnya akan keluar dengan dilakukannya pemanasan juga. Sampel selanjutnya ditambah dengan Lowry B yang mengandung CuSO4, CuSO4 akan bereaksi dengan N yang telah dilepaskan lalu membentuk ikatan CuN dengan penambahan Lowry A yang mengandung folin, folin akan mengikat CuN sehingga menjadi folin clocalteau yang berwarna biru.

Menurut Sari et.al. (2014) bahwa Lowry A berisi folin-clocateau dan diencerkan dengan aquades sedangkan larutan Lowry B berisi CuSO4, Na2CO3, dan Na-kartartat. Bahan-bahan dalam pereaksi Lowry B ini memiliki fungsi yang berbeda-beda, CuSO4 memiliki fungsi mereduksi fosfotungstat-fosfomolibdat, Na-kartartat berfungsi mencegah terjadinya pengendapan kupro oksida dalam reagen Lowry B sedangkan Na2CO3 digunakan sebagai garam yang mengkoordinasikan reaksi dalam suasana basa bersama dengan NaOH. Kadar protein mikrobia tercatat sebesar 72,8 mg/100mL dengan absorbansi produk sebesar 0,383, sedangkan menurut Nurhaita dkk (2008) kadar berkisar antara 10 sampai 23 mg/100 mL. Kadar protein mikrobia yang diperoleh melebihi  dari kadar seharusnya karena sintesis protein mikroba tergantung pada N yang cocok dan sumber karbohidrat.

Penentuan aktivitas CMC-ase. Aktivitas enzim ditentukan dengan menghitung gula mereduksi yang dibebaskan dari reaksi hidrolisis substrat CMC oleh enzim CMC-ase. Penentuan jumlah gula mereduksi yang dihasilkan menggunakan reaksi ferrisianida. Supernatan hasil dari preparasi sampel digunakan sebagai sumber enzim lalu diisi dengan  berbagai larutan berbeda lalu diinkubasi pada suhu 380C untuk menyesuaikan dengan kondisi di dalam tubuh yang umumnya sebagai suhu optimal enzim. Larutan yang sudah diinkubasi 380C selama 45 menit akan ditambahkan campuran larutan sianida karbonat, larutan 0,05% potassium ferrisianida, fungsi penambahan untuk menaikkan pH selanjutnya  tabung akan dihomogenkan lalu dipanaskan. Hasil praktikum penentuan aktivitas CMC-ase menunjukkan absorbansi produk sebesar 0,213. Kadar gula mereduksi yaitu sebesar 95,585 µmol/mL atau 18,93 x 106 mg/L, sedangkan menurut Sutarno (2005), CMC-ase secara acak menghidrolisis bagian dalam 1,4-D-glikosidik dari glukosa, hasilnya memendeknya polimer glukosa secara cepat yang diikuti dengan meningkatnya gula reduksi secara perlahan-lahan. Besar kecilnya nilai aktivitas enzim mempengaruhi kadar gula reduksi yang dihasilkan selama aktivitas enzim berlangsung, saat pH 7 didapatkan konsentrasi gula reduksi sebesar 124,565 mg/L, sementara itu pada pH 4, 5, 6, 8, dan 9 secara berturut-turut didapatkan konsentrasi gula reduksi sebesar 112,826 mg/L; 82,391 mg/L; 78,043 mg/L; 68,913 mg/L dan 72,826 mg/L, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa semakin tinggi aktivitas enzim, maka semakin tinggi pula gula reduksi yang dihasilkan.

Mikrobia selulolitik pada umumnya akanmensekresikan tiga jenis enzim, yaitu: endoglukanase atau carboxymethylcellulase (CMC-ase), eksoglukanase, dan β-glukosidase. secara sinergis ketiga jenis enzim ini mendegradasi selulosa menjadi glukosa. Enzim CMC-ase memecah ikatan hidrogen yang ada di dalam struktur kristalin selulosa sehingga terbentuk rantai-rantai individu selulosa (Cai et al. (1999) dan Beauchemin et al.(2003) cit Prabowo dkk (2007)). Perbandingan kadar gula mereduksi dari hasil praktikum dengan literatur menunjukkan adanya perbedaan kadar gula mereduksi, kadar gula mereduksi saat praktikum lebih tinggi yaitu18,93 x 106 mg/L sedangkan lietarur 78,043 mg/L. Menurut Sutarno (2001), faktor yang mempengaruhi kadar gula mereduksi adalah aktivitas enzim yang dapat menurunkan pH karena umumnya semua aktivitas enzim khususnya endoglukanase dipengaruhi oleh pH.

Penentuan NH3 cairan rumen. Metode penentuan ammonia didasarkan pada reaksi indophenol yang menghasilkan senyawa biru stabil. Reaksi indophenol adalah reaksi antara ammonia dengan sodium phenat. Larutan A adalah larutan tungstate, reaksi A yaitu reaksi indophenol yang dikatalis menjadi warna biru yang stabil. Reaksi indophenol adalah reaksi antara reaksi amoniak dengan sodium penat. Larutan dingin yaitu larutan H2SO4, larutan C yang terdiri dari phenol, Na Nitroprusside, phenol kristal. Larutan D terdiri dari Hypocloride, NaOH pekat, Na2HPO4, Sodium Hypocloride. Semua reaksi akan menangkap ammonia. Larutan berwarna biru stabil setelah inkubasi pada 40°C. Tujuan inkubasi tidak lain adalah untuk menyesuaikan dengan suhu dalam rumen yaitu sekitar 38 sampai 42°C. Absorbansi produk yang didapatkan pada panjang gelombang 630 nm adalah sebesar 0,236. Kadar ammonia yaitu sebesar 0,307 mg/100mL. Hasil ini sudah sesuai dengan kadar amonia dalam rumen. Menurut Satter dan Styler (1974) dalam Nurhaita (2008) bahwa konsentrasi NH3 cairan rumen bervariasi tergantung pada tingkat degradasi protein pakan berkisar antara 0 sampai 130 mg/100 mL.

Protein yang masuk ke dalam rumen akan didegradasi oleh mikrobia rumen memberikan hasil akhir NH3, dan gas berbentuk CO2 dan CH4. Sebagian NH3 akan digunakan mikrobia sebagai sumber nitrogen sedangkan sebagian lagi akan dikeluarkan melalui dinding rumen, selanjutnya melalui pembuluh darah akan dibawa ke hati. Sebagian urea akan menuju ginjal yang akan dikeluarkan sebagi urine sedangkan lainnya akan didaur ulang menuju saliva atau dikembalikan ke dalam rumen.

 

 

Kesimpulan

 

 

Kadar protein enzim mikrobia sebesar 72,8 mg/100mL , kemudian kadar gula mereduksi  sebesar 18,93 x 106 mg/L  dan kadar ammonia sebesar 0,307 mg/100mL. Populasi mikrobia di cairan rumen dipengaruhi oleh sintesis protein mikroba tergantung pada N yang cocok dan sumber karbohidrat. Aktivitas enzim ditentukan oleh difusi aktivator atau inhibitor, luas permukaan, dari katabolit, konten pretreatment, dan komposisi gula substrat.

 

 

Daftar Pustaka

 

Abidin, Zainal. 2008. Penggemukan Sapi Potong. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Ginting, Simon et.al. 2012. Indigofera sebagai Pakan Ternak. IAARD Press.Jakarta.

Lamid, Mirni, Tri Prasetyo N, Sri Chusniati, dan Kusriningrum R. 2011. Eksplorasi bakteri selulolitik asal cairan rumen sapi potong sebagai bahan inokulum limbah pertama. Jurnal Ilmu Kedokteran Hewan Vol 4,No 1.

Meryandini, Anja, Nunuk Widhyastuti dan Yulin Lestari. 2008. Pemurnian dan karakterisasi xilanase Streptomyces Sp. Skk1-8. Makara, Sains, Volume 12, No. 2, November 2008: 55-60

Nurhaita, N. Jamarun, R.Saladin, L.Warly, dan Z. Mardiati. 2008. Efek suplementasi mineral sulfur dan pospor pada daun sawit amoniasi terhadap kecernaan zat makanan secara in vitro dan karakteristik cairan rumen. Jurn. Indon. Trop. Anim. Agric, 33 (1).

Prabowo, A, Padmowijoto, Z. Bachrudin , dan A.Syukur. 2007. Potensi mikrobia selulolitik campuran dari ekstrak rayap, larutan feses gajah dan cairan rumen kerbau. Jurnal Indon. Trop. Anim. Agric.32 (3).

Sari,Nur Indah, Ahyar A, dan Seniwati D. 2014. Isolasi dan karakterisasi Protein Bioaktif dari spons Callyspongia Sp sebagai zat antioksidan. Jurusan Kimia Universitas Hasanudin.

Sodiq,Akhmad dan Zainal Abidin. 2008. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Ettawa. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Sutarno. 2005. Pengaruh ph terhadap Aktivitas Endo-1,4-β-Glucanase Bacillus Sp. AR 009. Biodiversitas, Vol.6 No.4.

Yuwono,Triwibowo. 2010. Biologi Molekular. Penerbit Erlangga. Jakarta.

 

 

PERHITUNGAN

  1. Protein Mikrobia

Y = 0,318

Y = 0,0025 X + 0,0146

Y = absorbansi produk

X = kadar protein mikrobia (mg/mL)

0,318 = 0,0025 X + 0,0146

0,0025 X  = 0,318 – 0,0146

 

X = 121,36 mg/mL  x 6 (faktor pengenceran)

X  = 728,16 µ/mL  1000

= 0,72816 mg/mL x 100 ml

= 72,8 mg/100ml

  1. Aktvitas Enzim CMC-ase
BL2 : 0,414 E28 : 0,398
ES28 : 0,286 E2 : 0,004
S2 : 0,515

Y = 0,002034 X + 0,01858

Y = absorbansi produk

X = kadar gula mereduksi

Abs Y    = Abs (BL2-ES28) – (BL2-E28) – (BL2-S2)

= Abs (0,414-0,286) – (0,414-0,398) – (0,414-0,515)

= Abs (0,128-0,016+0,10)

= Abs 0,213

0,213     = 0,002034 X + 0,01858

X  =

= 95,585 µmol/ml

95,585 x 10-3

= 18,93 x 106 mg/L

  1. NH3 Cairan Rumen

Y = 0,237

Y = 0,0068 X + 0,0278

Y = absorbansi produk

X = kadar NH3 (mg/100ml)

0,237 = 0,0068 X + 0,0278

 

X  = 0,3069 mg/100 ml

Laporan Praktikum Biokimia Ternak Acara Penentuan Kadar Fosfor

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA TERNAK

ACARA X

PENENTUAN KADAR FOSFOR

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun oleh :

Kelompok XXVIII

Maya Kurnia Kusuma                     PT/06438

Amelia Rahmawati Santoso          PT/06483

Nurus Sobah                                                PT/06587

Nino Sugiyanto                                PT/06602

Santa Astria Simbolon                    PT/06613

Asisten : Qorina

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI

BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014


ACARA X

PENENTUAN KADAR FOSFOR

 

Tujuan Praktikum

            Praktikum penentuan kadar fosfor bertujuan untuk menentukan kadar fosfor dalam tulang ayam.

 

Tinjauan Pustaka

            Beberapa mineral dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang banyak seperti kalsium, fosfat, natrium, klorida, magnesium, dan kalium. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari. Sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 15 mg. Hingga saat ini dikenal sebanyak 24 mineral yang dianggap essensial. Jumlah ini bisa bertambah seiring dengan waktu (Winarno, 1997).

Secara kimia komposisi utama tulang ayam adalah garam-garam terutama kalsium karbonat dan kalsium fosfat yang dapat dijadikan sebagai sumber mineral kalsium dan fosfor dalam rangka menyediakan suplemen mineral bagi ternak sekaligus mengurangi dampak buruk pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah industri pengolahan ayam. Mineral tergolong mikro elemen, namun esensial bagi ternak karena sekalipun keberadaannya dalam ransum ternak hanya sedikit dibandingkan dengan zat gizi lainnya. Kekurangan mineral kalsium dan fosfor akan berpengaruh terhadap berbagai proses tubuh yang berdampak pada menurunnya performan ternak (Winarsih et al., 2012).

Pemanfaatan limbah tulang ayam sebagai sumber kalsium dan fosfor dibatasi dengan adanya kandungan kolagen yang tinggi. Kolagen merupakan protein fibrous yang memiliki karakteristik resisten terhadap enzim pencernaan, tidak dapat larut, dapat mengubah protein dan gelatin dengan pemasakan, dan banyak mengandung hidroksiproli. Tulang ayam sebagian besar terdiri atas protein kolagen dengan asam amino penyusun utamanya adalah prolin, glisin, dan alanin. Dalam kondisi alami protein fibriler atau skleroprotein sulit untuk dicerna oleh enzim pepsin dan pankreatin atau tripsin dan kemotripsin menjadi asam-asam amino (Mayasaroh et al., 2012).

Jenis mineral yang terasuk ke dalam mineral makro adalah natrium, klorida, kalium, fosfor, magnesium, dan sulfur. Natrium, klor, kalium berperan dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh. Natrium, kalsium, kalium, dan magnesium diperlukan untuk transmisi saraf dan kontraksi otot. Fosfor dan magnesium terlibat dalam metabolisme energi. Kalsium, fosfor, dan magnesium berperan dalam memberi bentuk (struktur) tulang. Mineral yang paling banyak jumlahnya di daam tubuh adalah kalsium, kemudian diikuti oleh fosfor (Parakkasi, 1995).

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh setelah kalsium, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 58% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kalsium fosfat. Fosfor juga penting untuk jaringan saraf, mendukung fungsi-fungsi sistem saraf, dan membantu agar sembuh dari kelelahan mental disertai sakit kepala dan kesulitan berkonsentrasi. Defisiensi akan menyebabkan mudah lupa, pusing, dan migrain. Fosfor di dalam tubuh penting untuk reaksi-reaksi kimia karena dapat menangkap, mentransfer, dan menyimpan energi. Oleh karena itu, analisis kandungan fosfor dalam bahan pangan penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui jumlah fosfor dan mengetahui kebutuhan fosfor yang diperlukan dalam tubuh dengan konsumsi makanan (Almatsier, 2001).

 

Materi dan Metode

 

Materi

            Alat.  Alat yang digunakan pada praktikum penentuan kadar fosfor adalah tabung reaksi, silika disk, pipet pump, penangas air, kertas saring bebas abu, labu ukur 500 ml, dan spektrofotometer.

Bahan.  Bahan yang digunakan pada praktikum penentuan kadar fosfor adalah abu, HCl pekat, HCl 10%, aquades, AgNO3, dan HNO3 – Vanado – Molybdat.

 

Metode

            Preparasi sampel.  Abu hasil penetapan kadar abu ditambah 10 ml HCl pekat, dipanaskan di atas penangas air hingga volume maksimalnya 1/3 bagian. Ditambah lagi 20 ml HCl 10%, dipanaskan lagi hingga volumenya tinggal 1/3 bagian dan ditambah lagi 20 ml aquades dan dipanaskan 10 menit. Disaring melalui kertas saring bebas abu ke dalam labu ukur 500 ml dan dicuci dengan air panas (mendidih) sampai bebas asam. Diuji dengan AgNO3 untuk mengetahui apakah filtrat telah bebas asam. Filtrat disimpan untuk penentuan kadar Ca dan P.

Penentuan kadar fosfor. Tabung reaksi diisi dengan 0,5 ml sampel. Ditambahkan 4,5 ml larutan campuran H2O dengan HNO3 – Vanado – Molybdat (7:2), dihomogenkan dan ditunggu 30 menit. Dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm, aquades sebagai pembanding (blanko). Data yang terbaca dimasukkan pada persamaan standar berikut :

Y = 14,285X + 0,034

Y : Absorbansi, X : Konsentrasi P (mg/ml)

Kadar P (%) =


Hasil dan Pembahasan

 

Mineral fosfor (P) dan kalsium (Ca) sangat dibutuhkan ternak untuk pertumbuhan tulang dan berbagai metabolisme tubuh. Lebih kurang 75% dari total P dalam tubuh terdapat di dalam tulang dan selebihnya di dalam jaringan lain, maka ternak harus diberikan P dalam jumlah yang memadai agar mampu hidup dan berproduksi dengan normal (Ketaren et al., 2012). Fosfor mempunyai lebih banyak fungsi dibandingkan zat-zat mineral lainnya dalam tubuh. Beberapa fungsi fosfor di dalam tubuh ternak yaitu membantu dalam metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat, serta membantu dalam aktivitas enzimatik dan fungsi vitamin, sebagai pengatur asam basa, berperan dalam pemeliharaan fungsi darah, berperan dalam proses pertumbuhan kerangka dan perkembangan gigi (Anggoradi, 1995).

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, ada beberapa perlakuan ketika preparasi sampel dan juga pengujian sampel. Penambahan HCl pekat dan pemanasan pada pembuatan sampel bertujuan untuk menguapkan mineral mikro, sedangkan penambahan HCl 10% dan pemanasan bertujuan untuk memisahkan Ca dan P dengan mineral lain dan penambahan aquades bertujuan untuk mengencerkan larutan. Preparasi sampel dilakukan dengan cara menambahkan HCL pada abu dipanaskan, hal ini bertujuan untuk memisahkan mineral makro dan mineral mikro pemanasan juga bertujuan agar mineral mikro terbuang atau hilang. Penambahan HCl yang kedua berfungsi agar memisahkan senyawa Ca dan P dengan mineral yang lainnya sehingga mineral lain hilang (Chang, 2005). Penambahan aquades pada preparasi sampel juga bertujuan untuk mengetahui apakah filtrat sudah bebas dari asam atau belum, kemudian penambahan air sampai tanda batas pada labu ukur adalah untuk mengencerkan filtrat. Filtrat yang didapat kemudian dilakukan uju kadar fosfor dengan mengambil 0,5 ml sampel dan kemudian ditambahkan 4,5 ml larutan campuran H2O dengan HNO3 – Vanado – Molybdat hingga berwarna kuning, kemudian diamkan selama 30 menit. Fungsi dari penambahan campuran H2O dengan HNO3 – Vanado – Molybdat adalah sebagai pengikat fosfat yang akan menghasilkan senyawa HNO3 – Fosfo – Molybdat.

Berdasarkan data hasil praktikum diperoleh kadar fosfor adalah sebesar 2,13%. Angoradi (1995) menyatakan, kandungan fosfor pada tepung daging tulang 5,10% sedangkan dalam tepung tulang 14%. ketersediaan P pada anak ayam dari garam pitat hanya sebesar 10% seperti ketersediaan dari dinatrium fosfat, sedangkan pada ayam petelur masa produksi P pitat dapat terseddia sekitar 50% seperti halnya yang tersedia dari dikalsium fosfat. Kamal (1999) menyatakan, pada ternak non ruminansia, faktor yang terpenting dan mempengaruhi pencernaan dan absorbs P adalah terdapatnya fitin atau asam pitat dalam tanaman, asam pitat adalah suatu ester antara inositol dan enam asam phosfat. Kurang lebih 50% dari P dalam butiran yang merupakan bahan utama dari unggas dan babi dalam bentuk asam pitat. Garam-garam ini merupakan Ca dan Mg  pitat yang tidak larut. Dengan demikian hanya 10 sampai 50% P dalam asam pitat yang dapat digunakan ini juga tergantung kepada jumlah vitamin D yang menyebabkan pengurangan absorbs P, dan telah ditemukan bahwa vitamin D menstimulasi transport aktif dari P. tetapi mekanisme transport ini belum jelas sehingga transport pasif yang terlihat.

 

Kesimpulan

 

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar fosfor sebesar 2,13% yang menunjukkan bahwa kadar fosfor tersebut tidak normal. Faktor yang mempengaruhi kadar fosfor adalah terdapatnya fitin atau asam pitat dalam tanaman, asam pitat adalah suatu ester antara inositol dan enam asam phosfat.


Daftar Pustaka

 

Angoradi, H. R . 1995. Nutrisi Ternak Unggas. PT Gramedia Pustaka Utama. Yogyakarta.

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Chang, R. 2005. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti Jilid I. Jakarta: Erlangga.

Kamal, M. 1999. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Universitas indonesia press. Jakarta.

Ketaren, P.P., M. Silalahi, T. Panggabean, D. Aritonang. 2012. Estimasi Ketersediaan Fosfor Dalam Defluorinated Rock Phosphate Dan Tepung Tulang Dengan Metode Slope Ratio Assay. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Mayasaroh, Intan., Denny Rusmana, Rachmat Wiradimadja. 2012. Dekolagenasi, Kandungan Kalsium Dan Fosfor Limbah Tulang Ayam Oleh Larutan KOH. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi Dan Makanan Ternak Ruminansia. UII Press. Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan Dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarsih, W., Denny Rusmana, Rachmat Wiradiamadja. 2012. Pengaruh Perendaman Limbah Tulang Ayam Menggunakan NaOH Terhadap Tingkat Dekolagenasi, Kandungan Kalsium Dan Fosfor. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.


Lampiran

 

Perhitungan :

Y                                 = 14,285 × 0,0304X

0,427                          = 14,285X × 0,0304

0,427 – 0,0304          = 14,285X

0,3966                        = 14,285X

X                                 =
X                                 = 0,027

 

Kadar P (%) =

Kadar P (%) =

Kadar P (%) = 2,13%

Laporan Praktikum Biokimia Ternak Acara Filtrasi Ginjal

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA TERNAK

ACARA IV

FILTRASI GINJAL

 

Disusun oleh :

Kelompok XXVIII

Maya Kurnia Kusuma                     PT/06438

Amelia Rahmawati Santoso          PT/06483

Nurus Sobah                                                PT/06587

Nino Sugiyanto                                PT/06602

Santa Astria Simbolon                    PT/06613

Asisten : Qorina

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI

BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014


ACARA IV

FILTRASI GINJAL

 

Tujuan Praktikum

            Praktikum filtrasi ginjal bertujuan untuk menetapkan kadar kreatinin urin.

 

Tinjauan Pustaka

            Ginjal merupakan organ ekskresi yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Umumnya, terdapat sepasang ginjal yang terletak dibelakang perut, atau abdomen (Sloane, 1995)

Komponen ginjal menyaring darah dinilai dengan perhitungan. Laju Filtrasi Ginjal (LFG) atau juga dikenal sebagai Glomerular Filtration Rate (GFR). Bilai nilai LFG-nya 90, fungsi ginjal masih dikategorikan 90% baik, dianggap masuk dalam kriteria kondisi normal. Kemampuan fungsi ginjal tersebut dihitung dari kadar kreatinin dan kadar nitrogen urea (Blood Urea Nitrogen / BUN) di dalam darah. Bila fungsi ginjal menurun, kadar kreatinin di dalam darah akan meningkat. Kadar kreatinin normal dalam plasma darah adalah 0,6 sampai 1,2 mg/dL (Alam dan Iwan, 2007).

Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi. Konsentrasinya relatif konstan dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal (Corwin, 2001). Kreatinin merupakan limbah kimia molekul yang dihasilkan dari metabolisme otot. Kreatinin disintesis di hati dari metionin, glisis, dan arginin, dan terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dalam bentuk kreatinin fosfat (Pambela, 1998). Kreatinin berkolerasi positif dengan protein tubuh, sehingga jumlah kreatinin yang keluar semakin banyak menunjukkan jumlah protein tubuhnya semakin besar pula. Oleh karena itu, kreatinin yang dikeluarkan lewat urin dapat digunakan untuk menduga kandungan protein tubuh tanpa terlebih dahulu memotong trernak (Rahmawati et.al., 2009).

Hasil buangan kreatinin pada hewan normal adalah kreatinin yang sangat bergantung pada filtrasi glomerulus. Ekskresi kreatinin dalam urin pada individu sehat sedikit bervariasi dari hari ke hari. Besarnya ekskresi kreatinin melalui urin dianggap menggambarkan masa otot aktif total dan pemeriksaan kreatinin urin digunakan sebagai pemeriksaan sangat kasar akan ketepatan pengumpulan contoh urin 24 jam (Yanuar et al., 2010).

Kreatin disintesis di hati dan terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan dalam bentuk kreatin fosfat (creatin phosphate, CP), suatu senyawa penyimpan energi. Sintesis ATP (adenosine triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK). Seiring dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin (Brooker, 2008).

 


Materi dan Metode

 

Materi

            Alat. Alat yang digunakan pada praktikum filtrasi ginjal adalah tabung reaksi, labu takar, pipet pump, pump, spektrofotometer, mikro pipet, kuvet, dan sentrifuge.

Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum filtrasi ginjal adalah kreatinin murni, HCl 0,1N, asam prikrat jenuh, dan NaOH 10%.

 

Metode

            Penetapan kadar kreatinin urin. Sampel urin/blanko 0,025 ml ditambahkan dengan 1 ml asam pikrat jenuh dan 0,075 ml NaOH 10%. Diamkan larutan selama 10 menit pada tabung reaksi. Ditambahkan 3,9 ml aquades dan dihomogenkan menggunakan vortex. Dibaca absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm.

Perhitungan :

Y = 0,0258 + 0,3295X

Keterangan : Y = absorbansi sampel

X = kadar kreatinin urin (mg/ml)

 

Hasil dan Pembahasan

 

            Penetapan kadar kreatinin

Kreatinin merupakan limbah kimia molekul yang dihasilkan dari metabolisme otot. Kreatinin disintesis di hati dari metionin, glisis, dan arginin, dan terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dalam bentuk kreatinin fosfat (Pambela, 1998). Kreatin disintesis di hati dan terdapat dalam hampir semua otot rangka yang berikatan dengan dalam bentuk kreatin fosfat (creatin phosphate, CP), suatu senyawa penyimpan energi. Dalam sintesis ATP (adenosine triphosphate) dari ADP (adenosine diphosphate), kreatin fosfat diubah menjadi kreatin dengan katalisasi enzim kreatin kinase (creatin kinase, CK). Seiring dengan pemakaian energi, sejumlah kecil diubah secara ireversibel menjadi kreatinin, yang selanjutnya difiltrasi oleh glomerulus dan diekskresikan dalam urin (Brooker, 2008).

Percobaan uji kreatinin ditambahkan asam pikrat jenuh yang berfungsi untuk mengikat kreatinin yang terdapat pada urin, sedangkan NaOH berfungsi untuk membebaskan N pada amonia dengan cara berikatan dengan NaOH yang dapat direaksikan dengan asam. Menurut Lehningher (2000), fungsi NaOH pada uji kreatinin untuk membebaskan amonia dan asam pikrat untuk mengikat kreatinin.

Tabel 1. Kadar kreatinin dalam urin hasil praktikum

Kelompok Absorbansi Kadar Kreatinin (mg/ml)
22 0,076 0,152
23 0,564 1,633
24 0,133 0,325
25 0,505 1,454
26 0,098 0,219
27 0,526 1,518
28 0,094 0,222
29 0,468 1,342

 

Berdasarkan praktikum uji kadar kreatinin urin yang menggunakan urin sapi PFH pada kelompok 28 kadar kreatinin yang diperoleh yaitu sebesar 0,222 mg/ml, sedangkan pada kelompok 23 menggunakan urin sapi PO dan menghasilkan kadar kreatinin 1,633 mg/ml. Menurut Kaneko (1999), kadar kreatinin dalam urin PFH adalah 0,2 sampai 0,7 mg/ml dan plasma 1 mg/ml sedangkan (Dewi et al., 2010), kadar kreatinin sapi PO adalah 5,57 mg/ekor/hari dengan rata-rata pengeluaran urin 3,97 liter/hari. Jadi dapat disimpulkan bahwa kadar kreatinin pada sapi PFH dan sapi PO dalm kondisi normal. Menurut Wientarsih et al. (2012), faktor yang dapat mempenaruhi kadar kreatinin adalah jenis kelamin, kondisi kelaparan, dan ukuran jaringan otot.

 

Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar kreatinin sapi PFH 0,222 mg/ml dan sapi PO adalah 1,633 mg/ml. Kada kreatinin pada sapi PFH dan sapi PO masih dalam kondisi normal. Faktor yang mempengaruhi kadar kreatinin dalam urin adalah jenis kelamin, kondisi kelaparan, dan jaringan otot.

 

Daftar Pustaka

 

Alam, Syamsir dan Iwan H. 2007. Gagal Ginjal. PT Gramedia. Jakarta.

Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku Patfisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Dewi, Fitri Farita., E. Rianto, A. Purnomoadi. 2010. Pengarh Kandungan Ampas Teh Dalam Konsentrat Terhadap Ekskresi Kreatinin Pada Sapi Peranakan Ongole (PO). Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.

Kaneko, J.J. 1999. Clinical Biochemistry Of Domestic Animal. Academic Press Inc. San Diego.

Lehninger, A. L. 2000. Dasar-dasar Biokimia Jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Pambela, E.S. 1998. Creatinine And The Kidney. Kanisius. Yogyakarta.

Rahmawati, K.S., E. Rianto., S. Mawarti., A. Purnomoadi. 2009. Keluaran Kreatinin Lewat Urin Dan Hubungannya Dengan Protein Tubuh Pada Domba Pada Berbagai Imbangan Protein – Energi. Fakultas Peternakan UNDIP. Semarang.

Sloane, Ethel. 1995. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Yanuar, Tegar E. 2010. Kadar Urea Nitrogen Urin Dan Kreatinin Urin Pada Banteng (Bos javanicus) Di Kebun Binatang Surabaya. Fakultas Kedokteran Hewan UNAIR. Surabaya.

 

Lampiran

 

Perhitungan :

Sapi PFH

Y                                 = 0,0258 + 0,3295X

0,099                          = 0,0258 + 0,3295X

0,099 – 0,0258          = 0,03295X

0,0732                        = 0,03295X

X                                 =

X                                 = 0,222 mg/ml

 

Sapi PO

Y                                 = 0,0258 + 0,3295X

0,564                          = 0,0258 + 0,3295X

0,564 – 0,0258          = 0,3295X

0,5382                        = 0,3295X

X                                 =

X                                 = 1,633 mg/ml

Laporan Praktikum Mikrobiologi Dasar Acara Morfologi Jamur

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR

ACARA VI

MORFOLOGI JAMUR

Disusun oleh :

Kelompok X

Imam Ikhsani                             PT/06444

Lintang Anggoro                       PT/06501

Nurul Azizah                              PT/06528

Nurus Sobah                             PT/06587

Mahadhika A.P.W.P                 PT/06595

Asisten : Okti Widayati

 

 

 

 

LABORATORIUM BIOKIMIA NUTRISI

BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014


 

ACARA VI

MORFOLOGI JAMUR

 

Tujuan Praktikum

            Praktikum morfologi jamur bertujuan untuk mempelajari morfologi jamur benang dan khamir.

 

Tinjauan Pustaka

            Jamur adalah makhluk hidup yang akrab dengan kehidupan kita sehari-hari. Jamur atau fungi bervariasi dalam ukuran, dari ragi yang uniseluler sampai jamur multiseluler, seperti jamur payung dan jamur kuping yang tumbuh di kayu. Pada umumnya, jamur memiliki 3 karakteristik utama, yaitu (1) eukariotik, (2) menggunakan spora sebagai alat perkembangbiakannya, dan (3) heterotrof. Sebagai tambahan, jamur membutuhkan tempat yang lembab dan hangat agar dapat tumbuh. Oleh karena itu, jamur banyak ditemukan di makanan yang lembab, di dasar kulit batang pohon, di dasar lantai hutan, serta di lantai kamar mandi yang lembab. Oleh karena bersifat heterotrof, secara ekologi jamur sangat penting karena berperan sebagai pengurai dan ikut andil dalam daur nutrisi yang ada di tanah (Subahari, 2008).

Sebagian besar tubuh fungsi terdiri atas benang-benang yang disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala yang disebut miselium. Miselium dapat dibedakan atas miselium vegetatif yang berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan dan miselium fertile yang berfungsi dalam reproduksi. Fungsi tingkat tingi maupun tingkat rendah mempunyai ciri khas yaitu berupa benang tunggal atau bercabang-cabang yang disebut hifa. Fungi dibedakan menjadi dua golongan yaitu kapang dan khamir (Syamsuri, 2004).

Semua jamur adalah eukariota, mereka memiliki sel membran yang menutupi inti dan mitokondria dan organel bermembran lainnnya. Meskipun mereka berbeda mencolok dalam ukuran dan bentuk, tetapi jamur memiliki karakter tertentu, termasuk car mereka mendapatkan makanan. Jamur yang paling sederhana adalah ragi, uniseluler, dengan bentuk bulat atau oval. Ragi tersebar luas di tanah, daun, buah, dan juga pada tubuh kita. Ragi berperan penting dalam kedokteran, penelitian biologi, dan industri makanan (Solomon, 2011).

Struktur tubuh jamur yang paling umum adalah filamen multiseluler dan sel tunggal (ragi). Banyak spesies yang dapat tumbuh baik sebagai filamen dan ragi, tetapi kebanyakan tumbuh sebagai filamen, hanya sedikit spesies yang tumbuh sebagai ragi. Ragi biasanya berada di tempat yang lembab, termasuk getah tumbuhan dan jaringan hewan, dimana terdapat nutrisi seperti gula dan asam amino (Campbell et al., 2009).

 

 

Materi dan Metode

 

Materi

            Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum morfologi jamur adalah gelas benda, gelas penutup, pembakar spiritus, pipet tetes, ose cincin, jarum preparat, dan mikroskop.

Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum morfologi jamur adalah biakan murni jamur pada medium PDA dalam tabung reaksi umur 4 sampai 5 hari ( Aspergilus niger, dan Saccharomyces cerevisiae) dan medium PDA.

 

Metode

            Gelas benda dan gelas penutup dibersihkan dengan alkohol sampai bebas lemak dan debu. Aquades diteteskan di bagian tengan gelas benda. Biakan jamur diambil dengan menggunakan ose dan diletakkan di atas gelas benda yang telah diberi aquades. Ose sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol dan dibakar hingga membara agar ose menjadi steril. Miselia dipisahkan dengan dua buah jarum preparat apabila miselia tersebut menggumpal. Gelas benda yang sudah diberi jamur dan aquades ditutup dengan gelas penutup dan diusahakan tidak terdapat gelembung udara di dalam preparat. Preparat diamati dengan perbesaran lemah terlebih dahulu. Jamur yang ukuran kecil dilanjutkan dengan perbesaran sedang dan jika diperlukan amati bagian yang diinginkan dengan perbesaran kuat dengan ditambah minyak immersi, khususnya untuk pengamatan bentuk dan struktur spora atau konidia. Hasil pengamatan digambar dan diberi keterangan lengkap.

 

 

Hasil dan Pembahasan

 

Fungi atau jamur adalah suatu divisi organisme eukariotik yang tumbuh dalam massa iregular, tanpa akar, batang, atau daun, dan tanpa klorofil atau pigmen lain yang mampu untuk berfotosintesis. Setiap organisme (talus) bersifat uniseluler hingga filamentosa, dan memiliki struktur somatik bercabang (hifa) yang dikelilingi oleh dinding sel yang mengandung selulosa atau sitin atau keduanya, dan mengandung nuklei asli. Organisme ini bereproduksi secara seksual atau aseksual (pembentukan spora) dan dapat memperoleh makanan dari organisme hidup lain sebagai parasit atau dari bahan organik sebagai saprofit (Direkx, 2001).

Jenis jamur yang digunakan dalam praktikum morfologi jamur ini adalah Aspergillus niger dan Saccharomycces cerevisiae. Aspergillus niger merupakan salah satu dari tiga spesies Aspergillus. Menurut Sacher et al. (2002), jamur jenis Aspergillus mudah tumbuh pada medium bakteri dan jamur, membentuk koloni yang dapat dilihat dalam 3 hari inkubasi. Bagod dan Laila (2006) juga mengatakan, Aspergillus dapat hidup sebagai saprofit dan parasit pada substrat makanan, pakaian, manusia, dan burung. Aspergillus biasanya tumbuh berkoloni pada makanan, pakaian, dan alat-alat rumah tangga. Koloni Aspergillus biasanya tampak berwarna abu-abu, hitam, cokelat, dan kehijauan. Jamur ini dapat tumbuh di daerah beriklim dingin maupun tropis. Aspergillus melakukan reproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi secara aseksual terjadi dengan pembentukan kuncup atau tunas pada jamur uniseluler serta pemutusan benang hifa (fragmentasi miselium) dan pembentukan spora aseksual (spora vegetatif) pada fungi multiseluler. Reproduksi jamur secara seksual dilakukan oleh spora seksual.

 

 

Bagian tubuh dari Aspergillus niger yang tampak ketika diamati dengan menggunakan mikroskop adalah bagian spora, sporangium dan sporangiofor. Rizoid dari Aspergillus niger tidak tampak disebabkan ketika pengambilan Aspergillus niger dari medium kurang ke bawah, sehingga yang terambil hanyalah bagian sporangiofor dan sporangiumnya saja. Spora pada Aspergillus niger berfungsi sebagai reproduksi seksualnya sedangkan sporangium berfungsi sebagai tempat spora berada. Menurut Miskiyah et al.(2006), Aspergillus niger mempunyai hifa bersepta, koloninya berwarna putih pada PDA 25oC dan berubah menjadi hitam ketika konidia dibentuk. Kepala konidia dari Aspergillus niger berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar seiring dengan bertambahnya umur. Selain itu, Aspergillus niger memiliki warna dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Secara makroskopis, permukaan terlihat berwarna kehitaman, ketika diposisi terbalik (berlawanan) terlihat berwarna putih kekuningan.

Aspergillus niger dalam kehidupan memiliki banyak fungsi, salah satunya adalah digunakan dalam proses fermentasi. Menurut Miskiyah et al. (2006), proses pembuatan ampas menjadi pakan dilakukan secara fermentasi menggunakan spora Aspergillus niger. Penggunaan cara ini dapat mempengaruhi kandungan nutrisi produk pakan. Kadar lemak yang masih tinggi dapat dikurangi dengan adanya aktivitas enzim lipase dari Aspergillus niger selama fermentasi. Selain itu menurut Bagod dan Laila (2006), Aspergillus niger dapat digunakan untuk menghilangkan oksigen (O2) dara sari buah dan menjernihkan sari buah. Jamur tersebut dapat menghasilkan enzim glukosa oksidase dan pektinase.

Saccharomyces merupakan jamur uniseluler. Jamur ini biasa dikenal orang sebagai ragi, khamir, atau yeast. Ragi dapat bereproduksi secara aseksual dan seksual. Menurut Bagod dan Laila (2006), reproduksi aseksual biasa dilakukan dengan cara membentuk kuncup kecil (budding) pada sel yang berbentuk oval. Kuncup tersebut membesar dan akhirnya terlepas dari sel induknya. Reproduksi seksual terjadi jika suplai makanan terhenti atau lingkungan tidak mendukung untuk melakukan reproduksi secara aseksual. Akibatnya, terbentuk askus dan askospora. Askospora dari dua tipe yang berlainan bertemu dan menyatu menghasilkan sel diploid. Selanjutnya, terjadi pembelahan secara meiosis sehingga beberapa askospora (haploid) dihasilkan lagi. Askospora haploid tersebut berfungsi secara langsung sebagai sel ragi baru.

 

Gambar.3 Saccharomyces cerevisiae

hasil pengamatan

Gambar.4 Saccharomyces cerevisiae

(Ahmad, 2005)

 

 

 

 

Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir sejati yang secara morfologi hanya membentuk blastospora berbentuk bulat lonjong, silindris, oval atau bulat telur yang dipengaruhi oleh strainnya. Dapat berkembang biak dengan membelah diri melalui budding cell. Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi yang tersedia bagi pertumbuhan sel. Penampilan makroskopik mempunyai koloni berbentuk bulat, warna kuning muda, permukaan berkilau, licin, tekstur lunak dan memiliki sel bulat dengan askospora 1 sampai 8 buah (Ahmad, 2005). Menurut Bagod dan Laila (2006), Saccharomyces cerevisiae banyak digunakan dalam pembuatan roti, tapai, minuman semacam anggur, dan bir. Saccharomyces hidup sebagai saprofit pada substrat yang banyak mengandung karbohidrat. Dengan menggunakan enzim amilase, jamur ini mampu menguraikan glukosa menjadi alkohol dan karbon dioksida dalam proses fermentasi. Adapun reaksi kimianya adalah:

C6H12O6 è 2C2H5OH + 2 CO2 + energi.

 

 

Kesimpulan

 

            Aspergillus niger memiliki bagian-bagian tubuh diantaranya adalah spora, sporangium, sporangiofor dan rizoid. Sedangkan pada Saccharomyces cerevisiae  membentuk suatu koloni yang berbentuk bulat yang tidak begitu kelihatan.


 

Daftar Pustaka

 

Ahmad, Riza Z. 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces cerevisiae Untuk Ternak. Balai Penelitian Veteriner. Bogor.

Campbell, N.A., J.B Reece., L.A Urry., M.L Cain., S.A Wasserman., P.V Minorsky., and R.B Jackson. 2009. Biology Ninth Edition. Pearson Education Inc, Benjamin Cummings. San Fransisco.

Direkx, John H. 2001. Kamus Ringkas Kedokteran Stedman Untuk Profesi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Miskiyah., I. Mulyawati., dan W. Haliza. 2006. Pemanfaatan Ampas Kelapa Limbah Pengolahan Minyak Kelapa Murni Menjadi Pakan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kampus Penelitian Pertanian. Bogor.

Nishimura, K. 1999. Aspergillus niger Microscopy. (http://www.pf.chiba-u.jp/gallery/fungi/a/Aspergillus_niger_microscopy.html). Diakses tanggal 18 Mei 2014 pukul 23.32 WIB.

Sacher, R.A., and R.A McPherson. 2002. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Solomon, E.P., L.R Berg., and D.W Martin. 2011. Biology Ninth Edition. Brooks/Cole Cengage Learning. USA.

Subahar, T.S.S. 2008. Biologi. Penerbit Quadra. Surabaya.

Sudjadi, Bagod., dan S. Laila. 2006. Biologi : Sains Dalam Kehidupan. Penerbit Yudhistira. Jakarta.

Syamsuri, Istamar. 2004. Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta.